Hancurnya Sumber Penghidupan Masyarakat

Tanah dan kekayaan alam bagi kaum tani merupakan sarana produksi utama. Dari hasil kerjanya kaum tani untuk menghasilkan kebutuhan untuk penghidupannya. Bagi masyarakat Kalimantan Barat ketergantungan penghidupan ekonomi dari tanah dan kekayaan alam berupa hutan

Tidak Ada Pemulihan,Hutan Indonesia akan Hancur

Pada tahun 1950, Luas Hutan indonesia masih menutupi 80 % daratan Indonesia, dengan luas 162.290.000 Hektar, dan sampai hari ini grafik kerusakannya semakin meningkat. Tahun 1999 Kepentingan Perubahan kawasan hutan untuk pertambangan mulai muncul menyusul sejak keluarnya izin tambang dalam kawasan hutan, dimana saat itu luas izin tambang dalam kawsan hutan

Memajukan Desa Tertinggal

Dalam catatan sejarah, bangsa Indonesia secara legal formal telah merdeka lebih dari setengah abad. Pada bulan Agustus 2012 nanti, Indonesia telah memasuki usia kemerdekaanya yang ke-67.

Memberdayakan Kearifan Lokal Bagi Komunitas Adat Terpencil

Kearifan lokal adalah pandangan hidup dan ilmu pengetahuan serta berbagai strategi kehidupan yang berwujud aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat lokal dalam menjawab berbagai masalah dalam pemenuhan kebutuhan

Kesejahteraan Rakyat Acap Tersisihkan

Keberpihakan pemerintah mewujudkan kesejahteraan dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat cenderung makin pudar. Itu tercermin dalam penggunaan anggaran untuk kesejahteraan rakyat yang acap tersisihkan oleh kepentingan untuk memenuhi .

Wednesday, February 24, 2010

Perusahaan Bayar Adat Ganti Rugi Lahan Warga Mayan

Noyan - Setelah mendengar keterangan perwakilan perusahaan dan warga terkait sengketa penggarapan lahan milik warga Dusun Mayan oleh PT Mitra Karya Sentosa (MKS), Wabup Paolus Hadi menilai perosalan tersebut sudah selesai.

Pertemuan perusahaan dan warga Dusun Mayan, TP4K serta unsur Muspika Kecamatan Noyan, Selasa (23/2) kemarin, berlangsung lancar. Wabup berharap kedua belah pihak dapat bekerjasama membangun daerah.

“Saya pikir, setelah mendengar keterangan pihak perusahaan dan aduan warga beberapa waktu lalu, saya sudah dapat menyimpulkan bahwa sesungguhnya persoalan ini sudah selesai,” ujarnya.

Karena itu, orang nomor dua di pemerintahan Kabupaten Sanggau ini berharap perseteruan PT MKS dan warga Dusun Mayan diselesaikan di tingkat kecamatan. Kritik Wabup untuk kedua belah pihak adalah kurangnya komunikasi yang baik. Sehingga hubungan harmonis antara warga dan perusahaan tidak berjalan.

“Kepada pihak perusahaan, saya berharap lahan warga yang sudah terlanjur digarap untuk segera dilakukan ganti rugi. Jangan sampai berlarut-larut dan menimbulkan persoalan baru,” harapnya.

Hidayat Nasution, Manager Umum PT MKS mengaku sebagian lahan milik warga Dusun Mayan memang telah tergusur oleh mereka. Atas hal tersebut, perusahaan berjanji akan mengganti rugi termasuk mematuhi sanksi adat puncolap pungkodut (pendingin penyejuk) bakal dibayar.

“Untung pergantian lahan warga, saat ini hanya beberapa warga saya yang belum selesai pembayarannya. Dalam waktu dekat akan kita bayar semuanya,” ujarnya.

Seperti halnya Wabup, Usman Abas, Ketua Komisi B DPRD Sanggau juga berharap perusahaan maupun warga dapat mengedepankan komunikasi dalam menyelesaikan masalah. “Dua hal yang mesti dilakukan adalah transparansi dan akuntabilitas. Dengan demikian, tidak akan timbul lagi persoalan-persoalan seperti ini,” ujarnya. (EquatotNews 24/02/10)

Tuesday, February 23, 2010

Mempertimbangkan Domestikasi Kelapa Sawit

Beberapa ahli kelapa sawit menyatakan bahwa satu tanaman kelapa sawit berpotensi untuk memberi makan satu jiwa manusia sepanjang tahun. Sejak berumur 3 tahun sampai nanti berumur 25 tahun, jika dirata-ratakan dapat menghasilkan tandan buah segar (TBS) sekitar 25.5 kg per bulan per tanaman. Berdasar harga sekarang, itu bernilai sekitar Rp. 30.600, sama dengan sekitar 8,5 kg beras. Dengan konsumsi beras Indonesia yang sekitar 11.5 kg perkapita per bulan, maka potensi tersebut mencukupi setidaknya 75% kebutuhan pangan kita. Jika dikonversi ke luas lahan, dengan populasi tanaman sekitar 140 tanaman per ha, potensi produksi TBS sekitar 3.5 ton per ha. per bulan, ekuivalen pendapatan kotor lebih dari 4 juta rupiah per ha. per bulan.

Karena alasan produktifitas inilah hingga dalam bisnis kelapa sawit muncul guyonan bahwa tidak mungkin akan ada perusahaan yang bergerak di bidang kelapa sawit mengalami kerugian, apalagi kebangkrutan, kecuali karena sangat bodohnya dalam menjalankan usaha, atau karena perusahaannya dipenuhi koruptor. Melihat potensinya, guyonan tersebut tidak berlebihan. Sebab dengan produktifitas jauh di bawahnya, perusahaan kelapa sawit selama ini sudah meraih keuntungan besar. Demikian produktif tanaman ini hingga negara-negara sub tropik yang tidak dapat membudidayakan tanaman ini khawatir minyak nabati asal kelapa sawit akan menggusur minyak nabati mereka yang umumnya berbasis kedelai dan kacang-kacangan. Di samping karena sifatnya yang multifungsi, produktifitas menjadi alasan komoditas ini diperkirakan tidak akan pernah kehilangan peluang pasar dan daya saing.

”Sawit Domestik”

Sayangnya, di Kalimantan Barat (Kalbar) kelapa sawit hanya dikembangkan sebagai komoditas perkebunan ”besar” yang pembudidayaannya seolah juga harus dalam skala besar, sehingga keuntungan dari produktifitas tanaman tersebut hanya bisa dinikmati oleh segelintir pengusaha yang bermodal besar atau orang-orang tertentu yang memiliki akses kuat terhadap modal dan penguasaan lahan. Padahal jika merujuk pada potensi ”individual” tanaman seperti diuraikan didepan, sangat mungkin tanaman ini dikembangkan dalam skala kecil di pekarangan, terutama di pedesaan. Tanaman ini juga memenuhi syarat sebagai tanaman peneduh dengan tetap memberikan hasil yang menggiurkan. Sebagai contoh, kelapa sawit di sepanjang jalan Sultan Hamid II Pontianak yang fungsinya adalah sebagai peneduh jalan, ternyata juga mampu berproduksi dengan baik. Dari sekitar 200-an pohon, setiap sepuluh hari selalu dihasilkan satu pick-up penuh TBS dengan bobot tak kurang dari 1,5 ton. Hal ini mengindikasikan bahwa sebagaimana tanaman lain seperti kelapa, pisang, mangga, karet dan sebagainya, kelapa sawit potensial untuk dibudidayakan secara ”domestik” (di lingkungan pemukiman) dengan hasil yang tetap tinggi.
Masalahnya hanya pada sistem tataniaga. Saat ini, untuk ”mengkonversi” TBS menjadi uang, kelapa sawit harus melalui perusahaan yang mempunyai pabrik pengolahan crude palm oil (CPO), yang biasanya tidak melayani transaksi TBS secara ”eceran”. Tetapi berkaca pada komoditas lain, hal itu dapat disiasati misalnya dengan cara melalui ”pengepul” seperti pada sistem tataniaga hasil karet alam yang saat ini sudah berkembang dengan baik.

Mental Subsisten

Pada dasarnya, pembangunan sistem pertanian di Indonesia adalah berawal dari pola subsisten. Yaitu sistem pertanian yang bertujuan sekedar untuk mencukupi kebutuhan dasar keluarga sehari-hari, jauh dari maksud komersial dan hanya sedikit menggunakan sumberdaya lingkungan. Sehingga meskipun kini pola pertanian komersial sudah jauh berkembang, tetapi “cara pandang” subsisten ini masih tetap tersisa pada sebagian besar petani kita. Jadi ketika sistem pertanian perkebunan besar yang sepenuhnya bertujuan komersial dan berbasis modal dari luar dikembangkan di lingkungan mereka, sistem tersebut menghadapi berbagai bentuk penolakan. Resistensi pada aras persepsi itulah yang sering melandasi berbagai keresahan di masyarakat yang kemudian berkembang menjadi konflik dengan isu yang bervariasi.
Mengingat fakta bahwa sebagian besar petani (atau bahkan sebagian besar masyarakat) kita tergolong gurem dan masih bergumul dengan “cara pandang subsisten”, diduga bahwa inilah salah satu penyebab kurang berhasilnya program pemerataan kesejahteraan masyarakat melalui metode “tetes minyak” yang dikembangkan pemerintah selama ini. Termasuk program pemerataan kesejahteraan melalui sektor perkebunan yang oleh Pemerintah Provinsi Kalbar telah dijadikan sebagai salah satu pilar akselerasinya. Buktinya, keberhasilan pembangunan kebun-kebun besar kelapa sawit, tidak diikuti dengan meningkatnya kesejahteraan masyarakat di sekitarnya secara signifikan.
Oleh karena itu, perlu kiranya dipertimbangkan adanya program-program terobosan yang tetap bertumpu pada kultur masyarakat yang masih dipengaruhi oleh pola subsisten tersebut. Misalnya dengan semakin membumikan komoditas-komoditas perkebunan andalan seperti kelapa sawit dengan berbasis pekarangan sebagaimana pertanian subsisten pada masa lalu. Memanfaatkan pekarangan dan tanah-tanah kosong lainnya di sekitar pemukiman untuk budidaya tanaman, sudah terbukti bisa menjadi “tabungan” yang efektif dalam membantu ketercukupan kebutuhan dasar keluarga. Kebiasaan-kebiasaan positif semacam itu dapat diadopsi untuk percepatan pemerataan kesejahteraan masyarakat melalui sektor perkebunan di Kalbar.

Apalagi jika dipadu dengan semangat kolektif masyarakat. Andai setiap pekarangan ditanami 5 pohon kelapa sawit, maka untuk mencapai populasi tanaman setara satu hektar di ”kebun besar” hanya diperlukan sekitar 30 pekarangan. Artinya, jika dikelola secara kolektif, tanpa warga harus bekerja akan selalu tersedia dana bersih lebih dari 1 juta rupiah per bulan untuk setiap 30 keluarga. Demikian juga seandainya setiap tepi jalan di Kalbar ditanami kelapa sawit. Untuk tiap kilometernya minimal akan setara dengan satu hektar kebun yang akan menghasilkan dana yang kemungkinan dapat mencukupi biaya perawatan jalan itu sendiri. Bahkan mungkin dapat membuat jalan tersebut lebih ”mulus” dibanding sebelumnya. Belum lagi jika memperhitungkan penyerapan tenaga kerja dan peluang ekonomi lain yang akan terlibat di dalamnya.
Jika dapat dilaksanakan, barangkali tidak perlu lagi ada hutan yang dibabat untuk dikonversi menjadi kebun kelapa sawit. Citra kelapa sawit pun dengan sendirinya akan membaik karena semua masyarakat merasakan hasilnya. Ini sangat penting mengingat pemerataan hasil dan kepemilikan lahan, kelestarian lingkungan hidup serta keterbukaan akses tata niaga bagi masyarakat sering di sebut merupakan isu utama penyebab citra negatif sehingga menghambat pengembangan komoditas kelapa sawit di Kalbar. (PontianakPost)

Sunday, February 21, 2010

Kesal Dengan PT.MKS, Warga Sita Alat Berat



Salah satu alat berat yang disita warga akibat kekesalan terhadap PT. MKS yg setiap hari selalu saja masih menggusur lahan warga yg tidak diserahkan. Mungkin inilah cermin kekesalan atau bentuk protes warga yang sudah muak dengan tingkah laku PT.MKS terhadap penggusuran tanah warga yang tidak diserahkan. Seperti diberitakan bahwa banyak kebun karet warga yang telah di gusur oleh PT.MKS, padahal kebun karet adalah mata pencaharian warga setempat. Kalau sudah begini dimana peran Pemerintah ? Hanya Pemerintahlah yang sanggup menghentikan krisis yang dialami warga di Kecamatan Noyan terhadap Perusahaan-perusahaan kelapa sawit yang bertindak semena-mena. Tapi pada kenyataannya belum ada tindakan yang nyata dari Pemerintah.

Saturday, February 20, 2010

Berharap Akses Jalan Diperbaiki

CAMAT Noyan Petrus Kakao, S.Sos pada acara pelantikan Kades Noyan beberapa waktu lalu menyampaikan harapannya, agar kedepan jalan akses ke kecamatan yang dipimpinnya dapat menjadi prioritas pembangunan dan di perbaiki.

“Harapan kami tahun depan agar kecamatan Noyan ini ada perubahan dalam pembangunan, terutama jalan,” ungkapnya.

Menurut Petrus, selama ini masyarakat Noyan mengidam-idamkan agar jalan menuju ke ibu kota kecamatannya diperbaiki. Pasalnya, jalan seluas sekitar enam kilometer tersebut, sebagai akses urat nadi perekonomian masyarakat. “Jika jalan ini terus rusak dan tidak di perbaiki, jelas memperngaruhi pertumbuhan ekonomi masyarakat,” ujarnya.

Sementara itu, wakil bupati Paolus Hadi S.Ip mengungkapkan bahwa kecamatan Noyan merupakan salahs atu dari empat kecamatan yang memang perlu perhatian khusus terkait pemenuhan infrasturktur jalan dan jembatan. “Karena itu, butuh perhatian kita bersama. Meskipun tidak bisa kita lakukan secara serentak, namun kita upayakan akan lakukan secara bertahap,” tambahnya.

Selain kecamatan Noyan, menurut Hadi, tiga kecamatan yang bakal mendapat perhatian khusus adalah Jangkang, Bonti dan Meliau. “Kedepan akan kita rumuskan untuk melakukan focus pembangunan terhadap satu atau dua kecamatan focus pembangunan,” terangnnya.

Terakit dengan pelantikan Kades Noyan, A. Simeropati, Wakil Bupati berpesan agar kades dapat berkerja dan menjalankan amanahnya dengan jujur dan bertangung jawab. “Sebagai seorang pemimpin saya berharap kades untuk dapat lebih banyak belajar untuk memperoleh pengetahuan ataupun pengalaman agar dapat memberikan pelayanan kepada masyarakat dengan baik,” pesannya. (EquatorNews 20/02/10)

Kerusakan Jalan Sudah Menyesakkan Dada

Persoalan kerusakan jalan sepertinya tidak pernah usai. Namun, keterbatasan dana selalu menjadi alasan klasik sehingga persoalan transportasi darat ini seolah tidak mampu ditangani.Hal itu seperti yang disuarakan oleh Petrus Sudarmin, legislator dari PDI Perjuangan dari Dapil III yang meliputi Kecamatan Entikong, Sekayam, Kembayan, Beduai dan Noyan ini kepada Kapuas Post kemarin.
Menurut pria ramah ini, persoalan kerusakan jalan di wilayah Kecamatan Noyan khususnya, menjadi masalah serius yang dihadapi oleh masyarakat sekarang ini. Misalnya pada jalur antara Sejuah – Noyan sepanjang 20 kilometer, ada beberapa titik yang kerusakannya sungguh menyesakkan dada. Demikian pula pada jalur Sei Dangin – Empoto dan bahkan di jalur Simpang Noyan – Noyan, karena rusak parah sehingga ada yang berisiniatif menanami pohon pisang di tengah jalan. Tidak diketahui secara pasti, pisang yang ditanam itu jenis apa, namun yang jelas perbuatan itu sebagai bentuk protes dan kekecewaan masyarakat.

“Di beberapa jalur tersebut, salah satu factor penyebab kerusakan jalan adalah aktivitas sejumlah perusahaan perkebunan yang beroperasi di wilayah tersebut,” katanya.

Untuk itu Sudarmin juga tidak sependapat berkaitan dengan adanya selentingan yang menyebutkan ada warga yang akan menutup jalan yang alami kerusakan tersebut. Alasan Sudarmin tidak setuju akan hal itu, karena yang akan dirugikan juga akhirnya masyarakat. Perekonomian tidak dapat berjalan dengan baik, karena transportasi terkendala. Sementara itu sejumlah perusahaan yang beroperasi di daerah tersebut adalah aset penting.

“Untuk itu, saya menginginkan supaya perbaikan dan pemeliharaan jalan agar tidak sepenuhnya dibebankan kepada Pemerintah Daerah. Namun, pihak perusahaan yang juga memanfaatkan jalur tersebut harus ikut bertanggung jawab dalam hal perbaikan dan pemeliharaan, karena mereka juga menggunakan jalan tersebut,” tandasnya.
Selain itu, alokasi dana dari APBD Sanggau untuk infrastruktur ke Kecamatan Noyan yang minim, memang menyebabkan penanganan terhadap perbaikan dan pemeliharaan jalan tidak dapat maksimal. Kalaupun ada upaya perbaikan berupa penimbunan tanah baik yang dilakukan oleh pihak perusahaan maupun dari pemerintah, biasanya tidak dapat bertahan lama.

“Yang tidak kalah pentingnya, kontraktor yang melakukan perbaikan jalan agar bekerja dengan baik.Masyarakat biasanya tidak peduli,siapa pun kontraktornya, apakah kontraktor lokal ataupun dari luar, yang penting adalah hasil kerjanya. Masyarakat membutuhkan kontraktor yang mau bekerja dengan baik dan berkualitas,” tandasnya.(KapuasPost 19/02/10)

Wednesday, February 17, 2010

Dewan Peringatkan Pemberian Izin, (Jangan Hanya Duduk Manis dan Tidur)

Peringatan keras disampaikan Ketua DPRD Sanggau Andreas Nyas kepada Pemkab Sanggau. Peringatan itu menyikapi banyaknya persoalan perizinan perusahaan perkebunan di daerah itu.

Nyas geram atas sikap Pemkab yang memberi izin tanpa survei lapangan terlebih dahulu. Idealnya, petugas perizinan tidak hanya duduk di belakang meja, tanpa mengetahui kondisi di lapangan. Apalagi dampak yang ditimbulkan dari kinerja yang kurang beres tersebut berhubungan langsung dengan hajat hidup rakyat.

Banyak ditemukan kasus tumpang tindih lahan di Kabupaten Sanggau. Jika ini terus terjadi dipastikan dapat merusak iklim investasi daerah.
“Kita ingatkan pada eksekutif, khususnya instansi terkait untuk tidak mengeluarkan izin hanya di atas meja. Sebaiknya lihat kelapangan dan cek daerahnya,” ungkap Andreas Nyas dijumpai sejumlah wartawan, beberapa waktu lalu.

Menurutnya, banyak contoh fatal dilakukan eksekutif terkait dengan pemberian izin usaha pertambangan maupun perkebunan. Contoh kasus adalah yang dialami PT BAM. Berdasarkan temuan tim panitia khusus (pansus) DPRD beberapa waktu lalu, sebagian lahan yang menjadi kawasan yang digarap PT BAM sebelumnya merupakan milik perusahan perkebunan, PT SISU.

“Untungnya saja kedua perusahan baik perkebunan dan pertambangan ini tidak komplain dan menyelesaikan tumpang tindih lahan ini dengan baik,” ujarnya.

Lebih lanjut, Nyas mengingatkan Pemkab melalui TP4K untuk bekerja maksimal dalam menuntaskan kasus-kasus yang berkaitan dengan investasi perkebunan, pertambangan serta kehutanan. Selama ini TP4K dinilai lemah dalam melakukan penyelesaian kisruh seputar perkebunan.

Dia menambahkan, saat ini paling tidak ada dua sengketa perkebunan yaitu kisruh PT ASP versus PT ASL dan
PT MKS dengan masyarakat di Kecamatan Noyan. “Ini artinya perlu keseriusan pemerintah daerah dalam menjaga iklim investasi yang ada di daerah ini,” geramnya.

Lebih lanjut, Nyas berharap, semua persoalan terkait dengan tumpang tindih lahan dan menyangkut iklim investasi dapat terselesaikan. Dengan harapan tercipta iklim investasi yang kondusif. “Jika iklim investasi terjaga dengan kondusif, jelas yang untung adalah daerah kita. Karena investor akan melirik daerah yang aman,” ujarnya. (EquatorNews)

Tuesday, February 16, 2010

Foto Pelantikan Kepala Desa Noyan Periode 2010 - 2015





Foto-foto Pelantikan Kepala Desa Noyan yang baru yaitu Aloysius Semeropati periode 2010 - 2015 oleh Wakil Bupati Sanggau Paulus Hadi, S.Ip pada tanggal 16 Februari 2010 di Kantor Camat Noyan.

Tinggalkan Sistem Pertanian Tradisional

Pemerintah Kabupaten Sanggu menaruh perhatian penting pada sektor pertanian, karena pembangun sektor ini merupakan program lintas nasional bahkan internasional dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat. Sudah banyak program pemerintah yang dicanangkan dalam pembanggunan di sector ini, antara lain intensifikasi,ekstensifikasi, serta Diversifikasi pertanian. Di samping itu peningkatan kemampuan SDM di bidang pertanian juga diupayakan untuk diperbaiki. Namun, perlu ada terobosan di sector pertanian ini agar mampu meningkatkan produktivitas. Perlu ada system yang harus dirubah dan meninggalkan system pertanian tradisional.

Menurut warga setempat mengatakan, bahwa jika membandingkan dengan negara-negara di Asia yang kemajuan teknologinya sudah maju, Indonesia masih jauh tertinggal. Ketertinggalan negara ini di bidang pertanian dapat dilihat dari tingkat produktivitas yang dihasilkannya. "Mungkin kita perlu memikirkan untuk mengirimkan sumber daya manusia (SDM) ke negara-negara yang bidang pertaniannya dan penggunaan teknologi pertaniannya maju. Di sana mereka bisa dididik untuk menjadi ahli di bidang pertanian untuk menggenjot procuktivitas hasil pertanian," ujarnya.

Dengan perkembangan teknologi dan peradaban masyarakat, terjadi persaingan yang sangat pesat antar negara dalam memacu pembangunannya melalui berbagai sektor dan komoditas, ada yang dilakukan melalui eksplorasi dan eksploitasi terhadap sumber daya alam secara besar-besaran di berbagai belahan dunia termasuk di Indonesia.
Terjadinya kemarau, banjir yang berkepanjangan, mewabahnya berbagai hama dan penyakit tanaman, yang kesemuanya itu akan berakibat pada gagalnya panen dimana-mana. Akhirnya petani merugi. Bahkan pada jangka panjang beberapa komoditas pertanian akan sulit didapatkan. Kelangkaan ini selanjutnyaakan melahirkan hukum ekonomi bahwa, harga akan naik karena ketersediaan yang kurang sehingga memicu terjadinya ekonomi biaya tinggi (High Cost Economy).

Dengan perubahan yang terjadi semacam inilah maka mau tak mau kebijakan sector pertanian harus melakukan penyesuaian dengan kondisi alam dan lingkungan yang sedang terjadi saat ini. Sedangkan adaptasi bidang pertanian meliputi perubahan pola tanam, pemilihan verietas baru, pengenalan teknologi bagaimana menanam air (water investing), serta siatem tanam yang lebih efisien dalam penggunaan air, pupuk, lahan, dan pakan ternak. Berangkat dari kondisi inilah maka pemerintah Kabupaten Sanggau perlu kebijakan yang lebih nyata dengan menyusun strategi untuk membangun kembali sector pertanian.Termasuk melakukan berbagai penelitian untuk mengembangkan berbagai varietas baru yang tahan terhadap perubahan iklim, serta pengembangan teknologi pupuk mudah larut dan rendah emisi.

Chikungunya Berhasil Diatasi

NOYAN - Mewabahnya penyakit cikungunya di Kabupaten Sanggau beberapa waktu lalu akhirnya teratasi. Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) dr Jones Siagian, MQIH, memastikan untuk sementara Sanggau sudah aman.

“Setelah mengetahui di sejumlah daerah terjangkit penyakit chikungunya. Kita langsung melakukan fogging (pengisapan, red) di daerah tersebut. Syukur saat ini sudah tidak ada lagi ditemukan masyarakat yang menderita penyakit chikungunya,’ ungkap Jones.

Data terakhir yang dihimpun Diknas, jumlah penderita penyakit ini mencapai 127 orang. Banyaknya jumlah penderita mengakibatkan kasus ini menjadi kejadian luar biasa (KLB).
Menurut Jones, chikungunya adalah demam yang diakibatkan sebuah virus bernama alpha virus. Virus ini dibawa nyamuk Aedes Aegypti yang juga pembawa penyakit demam berdarah dengue (DBD).
Tiga kecamatan yang terserang penyakti tersebut, Kecamatan Sekayam diketahui terdeteksi 28 orang yang positif terserang penyakit chikungunya. Disusul Kecamatan Noyan 32 pasien dan Entikong 13 orang.
Penyakit ini tidak begitu berbahaya Efek yang di timbulkannya hanyalah menyebabkan kelumpuhan sementara waktu saja. Karena penyakit ini menyerang sendi-sendi tubuh dan mebuatnya menjadi lemah. “Karena itu, penderitanya tidak bisa berjalan ataupun berkatifitas seprti biasanya. Namun hanya beberapa waktu saja,” tambahnya.

Menurutnya dengan istirahat cukup dan pemberian obat demam yang teratur, penyakit ini bisa sembuh dengan sendiri dalam tujuh hari atau hari. Penyakit ini tidak menyebabkan kematian atau kelumpuhan. Dengan demikian masyarakat diingatkan untuk tidak panik.
“Yang mesti kita lakukan adalah ingat 3M yaitu menutup, menguras dan mengubur tempat penampungan air. Serta jangan lupa dengan melakukan pola hidup bersih dan sehat atau PHBS,” ingatnya. (EquatorNews 16/02/10)

Sunday, February 14, 2010

Hutan Kalimantan Barat, Apa Yang Akan Terjadi ?

Propinsi Kalimantan Barat terletak di bagian barat pulau kaimantan atau di antar garis 2º 08? LU hinggar 30º 05? LS dan diantara 108º0?BT hingga 114º 10?BT, seluas 146.807 km2.Berdasarkan letak giografis yang spesifik ini maka, Kalimantan barat dilalui oleh garis khatulistiwa (garis lintang 0º;) tepatnya di atas kota Pontianak, karena pengaruh letak ini pula, maka Kalbar adalah salah satu dari daerah tropis dengan suhu udara cukup tinggi serta di iringi kelembaban yang tinggi.

Secara umum daratan Kalimantan Barat merupakan dataran rendah. Sebagian dataran rendah ini berrawa-rawa bercampur gambut dan hutan mangrove. dilihat dari tekstur tanahnya, sebagian besar daerah Kalimantan Barat terdiri dari jenis tanah PMK (podsolit merah kuning) yang meliputi areal sekitar 10,5 juta hektar atau 17,28 % dari luas daerah Kalimantan Barat sekitar 14,7 juta hektar; jenis tanah OGH (organasol, Gley dan humus) meliputi luas areal sekitar 19,9 ribu km² dan jenis tanah alluvial mliputi luas areal sekitar 15,11 ribu km².

Kondisi Kehutanann Kalimantan Barat

Sektor kehutanan di Kalimantan Barat (Kalbar) mulai dilirik oleh banyak pihak sejak tahun 1967. Ketertarikan untuk mengolah hutan Kalimantan pada saat itu sangat wajar karena hutannya tergolong ke alam hutan perawan (virgin forest) yang dilamnya tentu saja tidak hanya menghasilkan kayu tetapi tetapi juga hasil hutan ikutan lainnya termasuk kekayaan habitat dan biodiversity. Hutan yang dilirik pada masa itu adalah hutan di sepanjang perbatasan Indonesia - Malaysia. Salah satu pihak yang cukup memiliki minat tinggi untuk melakukan pengelolaan hutan di wilayah tersebut adalah militer. Jatuhnya orde lama(ORLA) yang kemudiaan dijadikan orde baru (ORBA) di bawah kepemimpinan Soeharto menempatkan ABRI sebagai pihak yang mendapat kepercayaan untuk mengelola hutan di kawasan perbatasan sekaligus melakukan penumpasan dan penangkalan atas masuknya paham komunis ? partai komunis Indonesia (PKI) yang disinyalir bermarkas di perbatasan hutan perbatasan Kalbar dan Kaltim, Indonesia dengan Sarawak, Malaysia timur.

Pembalakan hutan, yang dimulai sejak 1969 dan sampai dengan tahun 2010 ini masih terus berlansung dan akan terus berlansung sampai waktu yang tidak dapat diketahui. Penghentian aktivitas ini tidak dapat hanya dilakukan dengan memberlakukan kebijakan desentralisasi. Proses deforestasi yang diawal tahun 1999 mulai melibatkan komunitas lokal merupakan kelanjutan dari proses deforestasi dari masa sebelumnya, dimana justru masyarakat lokal, yang berdiam disekitar hutan sampai tahun tersebut belum memperoleh keksempatan. Sebelum ada upaya untuk membuka kesempatan keluar diluar kegiatan eksploitasi bagi mereka, maka perhatian masyarakat pada hutan tidak akn berpaling dan selama itu pula proses deportasi akan terus berlansung. Berbagai ancaman yang dialamatkan kepada pemerintah Indonesia tidak akan efektif selama masyarakat yang bermukim disekitar hutan tidak dapat diangkat kesejahteraan mereka, bahkan mereka siap berhadapan dengan petugas penertib bilamana upaya penghentian ini dipaksakan pemerintah.

Hasil pengertian Alqadrie dkk (2003) tentang otonomi kelestarian dan kesejahteraan masyarakat diwilayah perbatasan menemukan hasil yang mengejutkan banyak pihak. Meskipun sejak 1999 dan bahkan 1998, hutan dikelola secara marak dengan keterlibatan

masyarakat lokal, namun hasilnya baru dapat dinikmati oleh sebagian kecil penduduk yakni mereka yang secara lansung terjun dalam aktivitas ekploitasi dan mereka yang
menduduki jabatan struktur formal dalam pemerintahan maupun dalam struktur sosial pada kelembagaan adat. Dengan demikian, dari hasil eksploitasi hutan tetap dinikmati oleh kelompok pemodal yang terdiri dari pemilik IPKH, pemilik HPH, pemilik angkutan baik darat maupun sungai dan makelar kayu. Namun, penelitian ini menyimpulkan bahwa dampak desentralisasi sector kehutanan terhadap pelaksanaan otonomi daerah menjadi 200 s/d 230% dari angka pendapatan tahun 1997 yang dalam hal ini disumbang oleh sub sector kehutanan lebih dari 75%.

Sudah sepantasnya, di Kalbar masalah eksploitasi sumber daya alam hutan (SDAH) terutama yang menyangkut hasil kayu yang menjadi perhatian banyak pihak. SDAH diesploitasi tadak hanya untuk memenuhi industri dlam negeri melainkan juga untuk pasar Serawak dimana eksploitasi untuk memenuhi pasr luar negeri tersebut dilakukan secara illegal, baik masyarakat dan daerah maupun Negara tidak mendapatkan pendapatan yang sepantasnya dari kegiatan ekploitasi ini.

Lolosnya kayu ke Luar Negeri secara illegal menurut penulis tidak hanya disebabkan belum terbukanya secara luas lapangan kerja diluar sub sector kehutanan, tetapi juga disebabkan oleh sebagian masyarakat akibat kebijakan pemerintah yang tidak berpihak dan dulunya tidak terlibat dalam kegiatan ekploitasi, lemahnya system komunikasi ditingkkat bawah, tidak tegaknya hukum dan lemahnya aparat penegak, prosedur dan distribusi dokumen SKSHH oleh dinas kehutanan, masih tersangkutnya beberapa kewenangan daerah pada pusat dan konflik kepentingan antara pusat dan Daerah.

Agar dapat menembus kendala diatas, masyarakat daerah membangun system dan jaringan sendiri dan kemudian melaksanakan sistim dan komunikasi yang telah tebangun secara swadaya ini. Akibatnya, otonomi yang diberikan daerah tidak berjalan sebagaimana diharapkan sehingga masyarakat dan daerah maupun pusat tidak mendapatkan keuntungan yang optimal atas sumber yang mereka miliki ini.

Maraknya kegiatan ekploitasi SDAH akhirnya menimbulkan dikotomi antara stakeholder di tingkat lokal. Beberapa kelompok yang tergabung dan basis kegiatan mereka berkaitan atau memiliki kepentingan dengan SDAH dan aktivitas ekploitasi, memberikan dukungan pada system pengelolaan hutan ala mayarakat, sementara kelompok pelestari dan institusi daerah mengalamatkan kesemrautan yang terjadi ini sebagai proses lanjut dari potret pengelolaan hutan masa lalu yang tidak dapat dihentikan haqnya dengan desentralisai kewenangan. Begitu tim penertib diturunkan ke daerah, kelompok yang berbasis lokal menyatakan keberatan mereka dengan alas an tindakan penertiban ini dilakukan tidak didahului dengan melakukan koordinasi dengan tidak pula didahului dengan upaya pemberdayaan masyarakat daerah.

Dari ilustrasi diatas, terlihat bahwa dukungan kepada rakyat untuk melakukan pengelolaan hutan dari berbagai pihak masih cukup besar namun pengelolaan yang diinginkan ini masih belum menemukan bentuk permanent yang memenuhi kelestarian
(Pengelolaan Hutan Lestari). Dukungan ini juga dimaksudkan sebagai bentuk mediasi kepada daerah dalam rangka mengisi PAD dari sector kehutanan mengingat sumber dana
untuk pembiayaan pembangunan dan pemerintahan daerah otonomi masih sangat terbatas dan atau masih belum terbuka.

Saturday, February 13, 2010

Dampak Ekologi dan Lingkungan Akibat Perkebunan Kelapa Sawit Skala Besar

Pertumbuhan sub-sektor kelapa sawit telah menghasilkan angka-angka pertumbuhan ekonomi yang sering digunakan pemerintah bagi kepentingannya untuk mendatangkan investor ke Indonesia. Namun pengembangan areal perkebunan kelapa sawit ternyata menyebabkan meningkatnya ancaman terhadap keberadaan hutan Indonesia karena pengembangan areal perkebunan kelapa sawit utamanya dibangun pada areal hutan konversi.

Konversi hutan alam masih terus berlangsung hingga kini bahkan semakin menggila karena nafsu pemerintah yang ingin menjadikan Indonesia sebagai produsen minyak sawit terbesar di dunia. Demi mencapai maksudnya tadi, pemerintah banyak membuat program ekspnasi wilayah kebun meski harus mengkonversi hutan. Sebut saja Program sawit di wilayah perbatasan Indonesia & Malaysia di pulau Kalimantan seluas 1,8 jt ha dan Program Biofuel 6 juta ( tribun Kaltim, 6 juta ha untuk kembangkan biofuel) ha. Program pemerintah itu tentu saja sangat diminati investor, karena lahan peruntukan kebun yang ditunjuk pemerintah adalah wilayah hutan. sebelum mulai berinvestasi para investor sudah bisa mendapatkan keuntungan besar berupa kayu dari hutan dengan hanya mengurus surat Ijin Pemanfaatan Kayu (IPK) kepda pihak pemerintah, dalam hal ini departemen kehutanan.

Akibat deforetasi tersebut bisa dipastikan Indonesia mendapat ancaman hilangnya keanekaragaman hayati dari ekosistem hutan hujan tropis. Juga menyebabkan hilangnya budaya masyarakat di sekitar hutan. Disamping itu praktek konversi hutan alam untuk pengembangan areal perkebunan kelapa sawit telah menyebabkan jutaan hektar areal hutan konversi berubah menjadi lahan terlantar berupa semak belukar dan/atau lahan kritis baru, sedangkan realisasi pembangunan perkebunan kelapa sawit tidak sesuai dengan yang direncanakan.

Dampak negatif yang terungkap dari aktivitas perkebunan kelapa sawit diantaranyai:
Persoalan tata ruang, dimana monokultur, homogenitas dan overloads konversi. Hilangnya keaneka ragaman hayati ini akan memicu kerentanan kondisi alam berupa menurunnya kualitas lahan disertai erosi, hama dan penyakit.
Pembukaan lahan sering kali dilakukan dengan cara tebang habis dan land clearing dengan cara pembakaran demi efesiensi biaya dan waktu.

Kerakusan unsur hara dan air tanaman monokultur seperti sawit, dimana dalam satu hari satu batang pohon sawit bisa menyerap 12 liter. Disamping itu pertumbuhan kelapa sawit mesti dirangsang oleh berbagai macam zat fertilizer sejenis pestisida dan bahan kimia lainnya. Munculnya hama migran baru yang sangat ganas karena jenis hama baru ini akan mencari habitat baru akibat kompetisi yang keras dengan fauna lainnya. Ini disebabkan karena keterbatasan lahan dan jenis tanaman akibat monokulturasi.
Pencemaran yang diakibatkan oleh asap hasil dari pembukaan lahan dengan cara pembakaran dan pembuangan limbah, merupakan cara-cara perkebunan yang meracuni makhluk hidup dalam jangka waktu yang lama. Hal ini semakin merajalela karena sangat terbatasnya lembaga (ornop) kemanusiaan yang melakukan kegiatan tanggap darurat kebakaran hutan dan penanganan Limbah.

Terjadinya konflik horiziontal dan vertikal akibat masuknya perkebunan kelapa sawit. sebut saja konflik antar warga yang menolak dan menerima masuknya perkebunan sawit dan bentrokan yang terjadi antara masyarakat dengan aparat pemerintah akibat sistem perijinan perkebunan sawit.

Selanjutnya, praktek konversi hutan alam untuk pembangunan perkebunan kelapa sawit seringkali menjadi penyebab utama bencana alam seperti banjir dan tanah longsor. Dampak negatif terhadap lingkungan menjadi bertambah serius karena dalam prakteknya pembangunan perkebunan kelapa sawit tidak hanya terjadi pada kawasan hutan konversi, melainkan juga dibangun pada kawasan hutan produksi, hutan lindung, dan bahkan di kawasan konservasi yang memiliki ekosistem yang unik dan mempunyai nilai keanekaragaman hayati yang tinggi.

Masihkan kita membutuhkan konversi hutan untuk menjadi kebun sawit mengingat dampak negatif yang munculkannya begitu banyak bahaya dan jelas-jelas mengancam keberlangsungan lingkungan hidup? Sebuah pertanyaan untuk kita permenungkan demi kelangsungan dan keseimbangan alam serta penghuninya.

Tuesday, February 9, 2010

Perjuangkan Masyarakat Adat

NOYAN - Aloysius L Sandang BA, tokoh masyarakat Dayak Kabupaten Sanggau mengatakan, bahwa kenyataan hidup masyarakat adat diabaikan, perampasan tanah adat untuk perkebunan dan hanya dijadikan objek pembangunan saja, harus menjadi perhatian segenap elit masyarakat.
“Kasus pahit dialami oleh masyarakat Dayak di perbatasan, khususnya yang berdomisili di Kecamatan Noyan Kabupaten Sanggau, ada yang kebun karetnya digusur tanpa mempertimbangkan rasa kemanusiaan, sementara kebun karet tersebut adalah sumber pendapatan dan penghidupan sehari-hari,” katanya.
Untuk itu, berbagai persoalan yang dihadapi oleh masyarakat adat tak akan bermakna kalau para elit lokal masih saja asyik berpolemik mengklaim kewenangan dan kekuasaan sebagai milik institusinya dalam menentukan langkah kebijakan pemerintah. Padaha semua itu dapat diselesaikan dengan duduk satu meja kalau sama-sama menyadari bahwa semua orang memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing.
“Masyarakat adat ingin mendengar para elit berdebat soal kewenangan untuk membela hak mereka supaya dapat menikmati hidup bebas dari tekanan dan tindasan dari para pemilik modal,” imbuhnya.
Untuk itu kata Sandang yang juga duduk di kepengurusan DAD Kabupaten Sanggau ini, alangkah baiknya jika seluruh lapisan masyarakat adat yang merasa ditindas dapat tetap tabah berjuang dengan acara-cara yang santun untuk kembali mengambil hak-haknya. Karena, sebenarnya Undang-Undang telah memberi perlindungan sebagai payung hukum, seperti yang diamanatkan dalam pasal 22 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan.
“Jika ada yang tidak sependapat dengan saya karena kepentingan sesaat, adalah haknya. Namun suatu saat mereka akan sadar bahwa yang tertindas itu adalah masyarakatnya sendiri,” tandasnya.

Friday, February 5, 2010

Butuh Kehadiran Investor

Cukup siginifikannya rentang kemajuan yang dialami sejumlah kecamatan yang ada di Bumi Daranante, harus membuat Pemkab Sanggau berupaya memprioritaskan pembangunan disejumlah kecamatan yang masih tergolong terbelakang. Menurut Pison warga Noyan, yang menjadi faktor penghambat terbelakangnya suatu daerah di bidang pembangunan adalah karena berbagai penyebab. Diantaranya adalah karakteristik wilayah yang sulit untuk dimasuki oleh investor, sehingga berbagai kekayaan alam yang dimilikinya tidak tergali dan termanfaatkan dengan baik. "Namun dengan keseriusan pemerintah daerah dan dukungan masyarakat, pembangunan di daerah-daerah yang masih terbelakang bisa dilaksanakan untuk mengejar ketertinggalannya dengan daerah lain. Karenanya sangat penting program-program pembangunan yang terarah dan terencana," katanya.

Upaya yang telah dilakukan Pemkab Sanggau dalam memprioritaskan pembangunan di kecamatan - kecamatan yang masih tergolong tertinggal dengan mendatangkan para investor, khususnya di bidang perkebunan untuk bersedia menanamkan modal tidak salah. Dengan catatan, mampu membawa kesejahteraan bagi masyarakat dan bukan malah sebaliknya merugikan. "Daerah-daerah kecamatan yang telah dimasuki investor relative lebih maju. Khususnya untuk Kabupaten Sanggau adalah investor bidang perkebunan kelapa sawit yang menjadi primadona komoditi andalan daerah. Kontribusinya bagi pembangunan daerah yang sudah dirasakan, walaupun masih ada yang harus dibenahi di berbagai sisi untuk menyempurnakannya," ulasnya. Untuk itu Pison, berharap agar kemajuan Kecamatan Noyan kedepannya lebih meningkat, pemerintah perlu mendatangkan investor ke daerah ini. Selain itu pemerataan pembangunan juga mutlak dilakukan jangan hanya terfokuskan kepada daerah perbatasan semata. (PontianakPost 05/02/10)

Monday, February 1, 2010

Deteksi 172 Penderita, Sanggau KLB Chikungunya

Sejak akhir Desember lalu, penyakit chikungunya mulai masuk dari Malaysia ke Entikong. Diketahui tiga kecamatan telah terdeteksi penyakit tersebut. Jumlah penderita mencapai 127 orang hingga Pemkab menetapkan kasus tersebut sebagai kejadian luar biasa (KLB).

Penyakit chikungunya adalah demam yang diakibatkan alpha virus. Virus ini dibawa nyamuk aedes aegypti yang juga pembawa demam berdarah dengue (DBD).

Dijumpai di ruang kerjanya, Jumat (29/1) kemarin, Kepala Seksi (Kasi) Pengamatan dan Pencegahan Penyakit Dinas Kesehatan Sanggau, Stepanus Jonet, menjelaskan tiga kecamatan Entikong, Sekayam dan Noyan semuanya di daerah perbatasan terinveksi pandemik chikungunya. “Awalnya kita temukan sejak akhir Desember lalu di Kecamatan Entikong. Sempat menghilang, namun menjelang pertengahan Januari ini muncul di Sekayam, dan memasuki akhir Januari sudah merambat ke Noyan,” ungkapnya.

Dari tiga kecamatan tersebut, di Sekayam terdeteksi 28 orang positif chikungunya. Disusul Kecamatan Noyan dengan 32 pasien dan Entikong 13 orang. Melihat banyaknya jumlah pasien, Dinas Kesehatan Sanggau memastikan chikungunya dalam kondisi KLB.

Jika melihat sejarah penularan penyakit ini, terakhir kali terdeteksi pada medio 1995-1996. “Saat itu jumlahnya tidak separah saat ini. Karena itu kali ini kita tetapkan sebagai KLB,” terang Stepanus.

Melihat begitu cepatnya penyebaran penyakit ini, sejak beberapa waktu lalu Dinas Kesehatan telah mengambil langkah-langkah antisipasi untuk menghentikan penularan, dan perkebangbiakan nyamuk. “Kita sudah melakukan fogging di sejumlah tempat di daerah yang mewabah. Dengan demikian, perkembang biakanya nyamuk menjadi terhenti,” ujarnya

Tidak hanya itu, penyuluhan dan abatenisasi juga turut diupayakan untuk mencegah penyebaran yang lebih besar. “Kita juga meminta masyarakat tetap berprilaku phbs, atau pola hidup bersih dan sehat,” ujar Stepanus.

Gejala penderita chikungunya adalah tiba-tiba tubuh terasa demam diikuti linu di persendian. Salah satu gejala yang khas adalah timbulnya rasa pegal-pegal, ngilu, juga timbul rasa sakit pada tulang. Gejala-gejalanya mirip dengan demam berdarah.

Dengan istirahat cukup, dan pemberian obat demam yang teratur, penyakit ini bisa sembuh dengan sendiri dalam tujuh hari. Penyakit ini tidak menyebabkan kematian atau kelumpuhan. Dengan demikian, masyarakat diingatkan untuk tidak panik. “Memang jika terserang penyakit ini si pasen akan mengalami kelumpuhan. Namun hanya sementara saja. Setelah demamnya sembuh tidak akan lumpuh lagi. Jadi jangan khawatir dan panik,” imbunya. (EquatorNews 30/01/10)

Karyawan Perkebunan Tusuk Punggung Pemuda Noyan



NOYAN. Bartolomius Pelani (Biang) 27 tahun roboh seketika saat punggungnya tertusuk senjata tajam milik Er 21 tahun, karyawan perusahaan perkebunan Sabtu (23/1) pukul 22.00 di warung milik Ucok jalan Golongan Karya Kecamatan Noyan, Kabupaten Sanggau.

Akibat peristiwa penusukan itu, Kecamatan noyan Sempat gempar dibuatnya. Pasalnya selama ini, kecamatan ini terbilang kecamatan yang tenang dan minim tindakan kriminal.

Peristiwa penusukan ini dipicu oleh aksi saling senggol antara dua orang pemuda yaitu Apri dan Er pada sebuah acara pernikahan Kamis (21/1). Saat itu keributan antara keduanya berhasil di cegah oleh warga. Namun bagaimanpun keduanya tetap menyimpan rasa dendam.

Pada Sabtu (23/1) di salah satu kedai kopi milik Ucok di jalan Golongan Karya Kecamatan Noyan, terjadilan peristiwa penusukan itu. Diracuni minuman keras, terjadilah pertengkaran mulut antara Apri dan Er. Entah siapa yang memulai tiba-tiba peristiwa perkelahian tersebut mengakibatkan Bartolomius Pelani (Biang) roboh tertusuk senjata tajam di punggung bagian belakang. Untung saja, nyawa korban berhasil diselamatkan dan saat ini masih mendapat perawatan intensif.

Dugaan sementara pelaku penusukan tersebut adalah Er yang saat ini masih dalam pencarian pihak kepolisian. Setelah peristiwa penusukan tersebut terjadi Er melarikan diri dari Noyan.

“Hingga saat ini kita masih melakukan pemeriksaan dan melakukan pengejaran terhadap pelakunya,” ungkap Kapolres Sanggau AKBP I Wayan Sugiri SH SIk MH, dijumpai di ruang kerjanya kemarin. (Equator news)

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More