Hancurnya Sumber Penghidupan Masyarakat

Tanah dan kekayaan alam bagi kaum tani merupakan sarana produksi utama. Dari hasil kerjanya kaum tani untuk menghasilkan kebutuhan untuk penghidupannya. Bagi masyarakat Kalimantan Barat ketergantungan penghidupan ekonomi dari tanah dan kekayaan alam berupa hutan

Tidak Ada Pemulihan,Hutan Indonesia akan Hancur

Pada tahun 1950, Luas Hutan indonesia masih menutupi 80 % daratan Indonesia, dengan luas 162.290.000 Hektar, dan sampai hari ini grafik kerusakannya semakin meningkat. Tahun 1999 Kepentingan Perubahan kawasan hutan untuk pertambangan mulai muncul menyusul sejak keluarnya izin tambang dalam kawasan hutan, dimana saat itu luas izin tambang dalam kawsan hutan

Memajukan Desa Tertinggal

Dalam catatan sejarah, bangsa Indonesia secara legal formal telah merdeka lebih dari setengah abad. Pada bulan Agustus 2012 nanti, Indonesia telah memasuki usia kemerdekaanya yang ke-67.

Memberdayakan Kearifan Lokal Bagi Komunitas Adat Terpencil

Kearifan lokal adalah pandangan hidup dan ilmu pengetahuan serta berbagai strategi kehidupan yang berwujud aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat lokal dalam menjawab berbagai masalah dalam pemenuhan kebutuhan

Kesejahteraan Rakyat Acap Tersisihkan

Keberpihakan pemerintah mewujudkan kesejahteraan dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat cenderung makin pudar. Itu tercermin dalam penggunaan anggaran untuk kesejahteraan rakyat yang acap tersisihkan oleh kepentingan untuk memenuhi .

Thursday, November 17, 2011

Hati-hati Pencatat Meteran PLN yang Sembrono , Tagihan Anda Bisa Melonjak


Manajer PLN Cabang Sanggau Arif Pramudya mengungkapkan pihaknya banyak mendapatkan laporan pelanggan terkait dengan lonjakan pembayaran rekening tagihan pemakai listrik beberapa waktu belakangan ini.
“Ya, kita memang ada mendapatkan beberapa komplain dari masyarakat. Khususnya mengenai adanya lonjakan tagihan rekening mereka,” terangnya, belum lama ini.
Lonjakan tagihan itu, jelas Arif, bukan kesalahan di PLN. Namun hal itu terjadi karena ulah oknum pencatat meteran yang kerjanya sembrono sehingga terjadi akumulasi dari pembayaran yang biasanya kecil tiap bulannya. Sementara pemakaian pelanggan besar selama kurun waktu tertentu.
“Nah, ini pemicunya, maka terjadinya akumulasi dari pembayaran kecil. Tapi sesungguhnya pemakaian pelanggan besar. Penyebabnya, karena pencatatan meter tidak benar,” tegasnya.
Mencuatnya persoalan itu menurut Arif, karena PLN Sanggau sekarang sudah menerapkan sistem baru dan tidak menggunakan cara manual lagi. “Sekarang si pencatat meteran itu telah dibekali kamera. Digunakan untuk memotret angka pemakaian di meteran pelanggan sehingga ada bukti autentik,” tuturnya.
Selain itu, kata Arif, petugas pencatat meteran yang kerja semaunya kini sudah tidak dipakai lagi. “Petugas yang tidak benar mencatat itu sudah kita berhentikan. Nah, setelah kita menggunakan pencatatan baru. Maka terungkap semua ulah pencatat lama itu. Mungkin saja mereka itu menebak-nebak saja jumlah angka di meteran pelanggan,” timpalnya.
Bagaimanapun, tambah Arif, listrik yang sudah dipakai pelanggan haruslah dibayar. Hanya saja, PLN akan tetap bersikap lunak dalam hal penagihan dan pembayarannya.
“Intinya, PLN pun tidak ingin membebani pelanggan dengan lonjakan tagihan itu. Untuk itu, pelanggan bisa membayar dengan cara mencicil sesuai dengan kemampuan pelanggan tiap bulannya,” terang Arif.
Di samping itu, Arif meminta masyarakat agar mengerti dengan kondisi PLN yang terus melakukan pembenahan di berbagai lini. Termasuk pula pada pencatatan meteran listrik pelanggan.
“Kita meminta pengertian pelanggan. Kita terus melaksanakan pembenahan di berbagai lini. Termasuk pula dengan pencatatan meteran pelanggan itu,” pungkasnya. (Equatornews 16/11/11)

Saturday, November 12, 2011

Yosef Jipon Kades Sungai Dangin Yang Baru

Pada Kamis (3/11) lalu, Bupati Sanggau Ir. H. Setiman H. Sudin  melantik  Yosef Jipon   sebagai Kepala  Desa Sungai Dangin untuk priode 2011- 2016, di Desa Sungai Dangin Kecamatan Noyan.  Pelantikan ini disaksikan Ketua DPRD Kab. Sanggau Anderas  Nyas, S.Ag,  Ketua TP PKK, Ny.Zubaidah Setiman  beserta beberapa orang anggota PKK Kabupaten dan Kecamatan, para Kepala SKPD Kab. Sanggau, Camat Noyan  beserta unsur Porkopimka para Kades dalam wilayah Kec. Noyan dan seluruh warga Desa  Sungai Dangin.
Bupati Sanggau dalam sambutannya mengatakan, tugas menjadi seorang Kepala Desa tentunya mengemban amanah dari masyarakat desa, dan sebagai Kepala Desa  hendaknya segera membenahi sarana dan prasarana desa, Profil Desa, papan-papan data desa, buku buku administrasi serta menata lingkungan sekeliling kantor desa sehingga masyarakat yang memerlukan pelayanan akan merasa nyaman bila berada di Kantor Desa.
 Setiman mengingatkan, Kepala Desa harus mengedepankan asas keterbukaan dalam melaksanakan program pembangunan yang didanai melalui  APBD, manfatkan seluruh  perangkat Desa yang ada dan tentu saja  senantiasa  bekoordinasi dengan BPD dalam menjalankan tugas.
 ”Marilah kita bersama-sama membangun desa  karena yakinlah bahwa Tuhan tidak akan merubah nasib kita apabila kita tidak berusaha merubahnya, maka  saya harapkan kepada seluruh masyarakat desa ini agar mendukung keberadaan dan program  Kepala Desa agar apa yang menjadi visi dan misi yaitu Sanggau Bangkit dan Terdepan dapat terwujud,” ajaknya.
 Hal itu menjadi penting, menurut Bupati, jika desa sudah kuat maka kecamatan sampai kabupaten akan kuat pula. Selanjutnya, melengkapi  acara pelantikan itu diadakan  temu wicara  antara Bupati,  Ketua  DPRD,  Camat  dengan aparat  Desa dan seluruh  masyarakat yang menghadiri acara tersebut. (BorneoTribune 10/11/11)

Kades Emban Amanah Masyarakat

Bupati Sanggau Ir H Setiman H Sudin melantik Yosef Jipon sebagai Kepala  Desa (Kades) Sungai Dangin untuk priode 2011- 2016, di Desa Sungai  Dangin Kecamatan Noyan, Kamis (3/11/2011). Pelantikan  Kades terpilih untuk periode kedua ini, dihadiri Ketua DPRD Sanggau, Andreas  Nyas,  Ketua TP PKK Zubaidah Setiman, anggota PKK kabupaten dan kecamatan, para Kepala SKPD Kabupaten Sanggau, Camat Noyan  beserta unsur Porkopimka  para Kades di Noyan beserta seluruh warga Desa Sungai Dangin. 

Bupati Sanggau dalam sambutannya, mengatakan bahwa menjadi seorang Kades tentunya mengemban amanah dari masyarakat desa. Sebagai Kades ia berpesan hendaknya segera membenahi sarana dan prasarana desa, profil desa, papan-papan data desa, buku buku administrasi serta menata lingkungan sekeliling kantor desa sehingga masyarakat yang memerlukan pelayanan akan merasa nyaman bila berada di Kantor desa.

Ditambahkan pula  Kades harus mengedepankan asas keterbukaan dalam melaksanakan program pembangunan yang didanai melalui  APBDesa, memanfaatkan seluruh  perangkat desa yang ada dan tentu saja  senantiasa  berkoordinasi dengan BPD dalam menjalankan tugas.

"Marilah kita bersama sama membangun desa,  karena yakinlah bahwa Tuhan tidak akan merubah nasib kita apabila kita tidak berusaha merubahnya, maka  saya harapkan kepada seluruh masyarakat desa ini agar mendukung keberadaan dan program  Kades. Agar apa yang menjadi visi dan visi yaitu Sanggau Bangkit dan Terdepan dapat terwujud. Khususnya bagi masyarakat di pedesaan ini penting sekali jika desa sudah kuat maka kecamatan sampai kabupaten akan kuat pula," pesannya.

Selanjutnya kepada isteri Kades, ia berpesan agar senantiasa mendukung suami dalam menjalankan tugas. Disadari bahwa seorang Kades adalah milik masyarakat  sehingga dimaklumi jika waktu untuk keluarga sedikit berkurang karena menjalankan tugas. Sebagai isteri Kades yang juga sebagai ketua Tim  Penggerak PKK Desa  gar menggiatkan kembali peran ibu-ibu di desanya  agar program PKK  dapat tumbuh dan berkembang, giatkan tanaman Toga (Tanaman Obat Keluarga), kebun kebun PKK  dan pemanfaatan lahan pekarangan dengan berbagai  macam sayuran.

Dalam kesempatan itu juga Bupati mengharapkan agar Kades  dengan  sungguh  sungguh  dalam peningkatan PBB  karena ini merupakan sumber pendapatan asli daerah,  Bupati juga mengatakan bagi  Kepala Desa yang realisasi PBB seratus persen maka diberikan insentif    yang keseluruhan mencapai dua milyar lebih ini melebihi jumlah PBB  yang harus dibayar Masyarakat,  namun  ini  sebagai bentuk penghargaan atas  kesadaran masyarakat untuk membayar pajak.  Melengkapi  acara pelantikan itu diadakan  temu wicara  antara   Bupati,  Ketua  DPRD,  Camat  dengan aparat  Desa dan seluruh  masyarakat yang menghadiri acara tersebut. (TribunePontianak 8/11/11)

Saturday, November 5, 2011

SDN 09 Serakim 1 dan SDN 18 Mayan Menerima Dana Alokasi Khusus (DAK)


Salah satu pekerjaan yang paling berat harus mendapatkan perioritas pemerintah adalah bidang pendidikan. Masih banyak sekolah yang kondisi ruang kelasnya mengalami rusak berat.  Kondisi sektor pendidikan di Kabupaten Sanggau memang masih banyak butuh perhatian. Kalau mengandalkan anggaran dari APBD saja memang sangat tidak memadai. Karenanya dengan adanya DAK/DAU ini sangat membantu, meskipun tetap saja dirasa masih kurang,

Sebagaimana dalam surat keputusana Bupati Sanggau nomor 409 Tahun 2011, tentang Penetapan Lokasi SD Negeri dan Swasta Penerima Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Alokasi Umum (DAU) Kabupaten Sanggau Tahun Anggaran 2011, disebutkan ada 45 lokasi SD di 15 kecamatan termasuk 2 lokasi di Kecamatan Noyan yaitu SDN 09 Serakim 1 dan SDN 18 Mayan  yang akan mendapat alokasi dana rehabilitasi berat ruang kelas. Setiap sekolah yang sudah dibagi menjadi dua wilayah, akan mendapatkan jatah 3 ruang kelas untuk direhabilitasi. 

Friday, October 21, 2011

Banyak Desa di Kecamatan Noyan Belum Dapat Aliran Listrik PLN


Sejak puluhan tahun yang lalu, Kecamatan Noyan, Kabupaten Sanggau beberapa desanya belum pernah merasakan pelayanan setruman listrik negara dari PT PLN hingga saat ini. Bahkan sejak dari dulu masyarakat di sana telah berjuang agar kebutuhan dasar akan listrik di desa-desa mereka bisa segera terpenuhi.

Banyak masyarakat  mendambakan  kehadiran listrik ke rumah-rumah mereka. Berbagai cara sudah dilakukan oleh warga . Mereka sudah berjuangan dan menyampaikan aspirasi mereka kepada instansi terkait, termasuk dengan mengumpulkan tanda tangan dan KTP, namun sampai sekarang belum juga terwujud. Masyarakat berharap kepada PT PLN Persero Cabang Sanggau memberikan perhatiannya khususnya ke daerah daerah yang ada di Kecamatan Noyan  yang relatif jauh jaraknya dari Kota Sanggau  Jangan heran jika Kecamatan Noyan selama ini terindikasi serta identik dengan daerah kecamatan yang tertinggal karena tidak adanya cahaya penerangan yang masuk ke desa-desa.

Memasuki daerah Kecamatan Noyan saat ini, tak ubahnya seperti memasuki daerah Noyan puluhan tahun silam, sama saja. Karena  kondisi masyarakat disana, masih menggunakan cara-cara penerangan klasik seperti pelita dan semacamnya,apalagi memasuki desa-desa terpencil. Jika kita melintasi pada malam hari, seolah-olah kita masuk pada zaman tempo dulu, padahal sekarang sudah zaman globalisasi.

Sejak 1990 silam, infrastruktur jaringan listrik PLN pernah dibangun dibeberapa desa, namun karena lama  tak ada titik terang tentang proyek itu masyarakat menjadi kecewa dan ada beberapa peralatan yang hilang dicuri dan dirusak oleh oknum tak bertanggung jawab, dan dan ditambah lagi dengan tidak pernah adanya aktifitas dan upaya perbaikan dari pihak PLN, maka merekapun hidup dalam suasana gelap gulita. 


Di daerah Kecamatan Noyan yang lima bulan terakhir yang sudah dialiri listrik adalah  Dusun Talogah, Desa Idas. Dengan dibangunnya Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH), dengan kapasitas 50 ribu watt yang memamfaatkan aliran air Riam Asam masyarakat disekitar Dusun Telogah sudah bisa menikmati aliran listrik di desa mereka.  Ke depan diharapkan dengan adanya  PLTMH tersebut, dapat memberikan dampak positif bagi masyarakat. Khususnya untuk mempermudah anak-anak dalam belajar di rumah. Bukan itu saja, bisa juga untuk mendapat hiburan dari televisi dan untuk kebutuhan-kebutuhan lainnya yang bersumber pada listrik.

Beberapa tempat di Kecamatan Noyan yang  belum teraliri listrik yakni : Desa Mayan, Sungai Merah, Langka, Periji, Tukun, Sungai Dangin, Simpang Daroi, Tidu,Ensingo dan masih banyak lagi.









Tuesday, October 4, 2011

Bongkar Korupsi Perkebunan Sawit Kalbar


Indonesia Corruption Watch (ICW) akhirnya resmi mengadukan dugaan korupsi praktik perkebunan ilegal di Kalbar dan Kalteng ke KPK, Senin (26/9). Negara konon merugi sampai Rp 9 triliun. Bau korupsi di sektor perkebunan dan pertambangan di Kalimantan, termasuk Kalbar, sejatinya bukan hal baru. Sejak bertahun-tahun lalu, telah menjadi rahasia umum.

Laporan demi laporan, baik warga maupun lembaga swadaya masyarakat bak nyanyian pilu. Tak mampu menembus meja penyidikan Kejaksaan maupun Polri, apalagi masuk pengadilan. Yang mengejutkan, nilai kerugian negara mencapai Rp 9.146.223.897.000.  Relatif fantastis, hampir 4,5 kali lipat lebih besar dibanding APBD Tahun 2011 Kalbar yang hanya sekitar Rp 1,8 triliun. 


Bumi Kalimantan yang dikaruniai Tuhan kekayaan alam melimpah, baik hutan, aneka tambang dan sawit, tak ubahnya gula teramat manis bagi semut-semut berkepala koruptor. Siapapun yang memiliki akses dan kewenangan, cenderung berburu harta alamiah ini.

Kerusakan lingkungan akibat illegal loggingillegal mining, eksploitasi sumber daya alam besar-besaran telah membuat bopeng hampir seluruh Bumi Kalimantan. Fakta ironis bagi kehidupan konkret segenap rakyat Kalimantan yang tak menunjukkan tanda-tanda peningkatan derajat kesejahteraan, apalagi kemakmuran.

Kemiskinan di Kalimantan, termasuk Kalbar tidak terkurangi secara signifikan. Tak sebanding dengan kerusakan lingkungan dan sirnanya kekayaan hutan, sawit maupun tambang. Ingar-bingar penyergapan KPK terhadap oknum kepala daerah, pejabat dan pengusaha, bak anjing menggonggong kafila berlalu.

Korupsi jalan terus, bahkan semakin menggurita. Praktik haram di balik bisnis perkebunan ini, kian menjadi-jadi menyusul celah menganga UU Perkebunan yang relatif lemah menangkal kerusakan lingkungan, kerugian negara hingga pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM). Umumnya, ICW mendeteksi jalinan kompradoritas di balik korupsi perkebunan sawit. 

Kongkalikong pebisnis dengan oknum penguasa, pemilik otoritas wilayah perkebunan, telah melahirkan pembiaran operasi perkebunan tanpa izin, mark up pengadaan bibit sawit, bisnis perkebunan sawit fiktif, manipulasi pajak hingga suap di balik perizinan. 

Cambuk getir bagi aparatur penegak hukum di Kalimantan, khususnya Kalbar. Sungguh aib besar, manakala KPK kelak mampu membuktikan dan menyeret parapihak di balik gurita korupsi ini. 

Lazimnya, Kejaksaan yang mengemban tugas melekat di bidang tindak pidana khusus, ambil bagian di garda depan pemberantasan korupsi. Kepolisian yang masih memiliki kewenangan dalam pidana khusus juga tak patut berpangkutangan.

Saatnya berpacu mengoptimalkan keutamaan tugas penegakan hukum di Kalbar, terutama kejahatan korupsi yang telah ditetapkan sebagai musuh bangsa. Kita percaya Kepala Kejaksaan Tinggi Kalbar yang baru, Jasman Panjaitan dan Kapolda Kalbar Brigjen Sukrawardi Dahlan mampu membongkar dugaan korupsi ini.

Integritas, kredibilitas, kapabilitas, bahkan kecerdasan spiritual kedua pejabat ini tak diragukan. Semoga Kejaksaan dan Polda Kalbar "lebih cepat," dan tak ketinggalan kereta KPK dalam membabat habis korupsi perkebunan sawit di Kalbar.  (Albert)



Wednesday, September 28, 2011

KPU Sosialisasi Pemilu di Semongan


Dalam rangka  mempersiapkan pemilih berkualitas untuk menghadapi Pemilu Pilgub, Pilbup, Pilpres, maupun Pileg, KPU Sanggau melakukan kegiatan sosialisasi. Kegiatan dilaksanakan di Balai Pertemuan Desa Semongan, Kecamatan Noyan (21/9).
“Kegiatan ini adalah untuk meningkatakan pemahaman dan pengetahuan masyarakat terkait penyelenggaraan pemilihan umum,” kata Ketua KPU Kabupaten Sanggau, Mugiono Pramono SPd.
Mugiono menjelaskan, bahwa untuk mencapai ke desa yang dimaksud, membutuhkan waktu perjalanan sekitar 1 jam lebih dengan menggunakan kendaraan roda dua. Sebab, dengan kondisi jalan yang buruk, sangat sulit bagi kendaraan roda empat untuk masuk dan mencapai desa tujuan.
Menurut Mugiono, selain untuk melaksanakan sosialisasi, KPU juga ingin melihat kondisi jalan, mengingat pada Pemilu lalu ada beberapa desa atau dusun di Kecamatan Noyan yang mengalami kendala dalam pengiriman logistik atau pun hasil pemungutan suara.
“Dengan melihat langsung ke lapangan seperti ini, maka KPU bisa memahami kesulitan yang dialami oleh  petugasnya di lapangan. Harapannya, ke depan KPU Sanggau akan melakukan persiapan lebih matang untuk daerah-daerah sulit,” papar Mugiono.
Dirinya juga menjelaskan, inti dari kegiatan sosialisasi itu bertujuan untuk mendidik para pemilih agar menjadi pemilih yang berkualitas. (Borneotribune 27/09/11)

Thursday, September 22, 2011

Pentingnya Pendidikan Generasi Muda Untuk Membangun Daerah


Pendidikan adalah yang utama dan terutama di dalam kehidupan era masa sekarang ini. Sejauh kita memandang maka harus sejauh itulah kita harus memperlengkapi diri kita dengan berbagai pendidikan. Kita jangan salah memahami bahwa pendidikan diperoleh dengan cara menempuh jalur formal saja, dengan cara datang, duduk, mendengar dan selanjutnya hingga akan memperoleh penghargaan dari test yang sudah dilewati. Umumnya yang kerap kita dengar yaitu:

LONG LIFE EDUCATION

Pendidikan dapat diperoleh dengan berbagai cara terlebih lagi semakin mendukungnya perkembangan alat-alat elektronika sekarang ini. Dengan mudah kita beroleh informasi tentang perkembangan zaman baik dari belahan bumi
barat terlebih lagi dari negara tetangga.

Ilmu pengetahuan, keterampilan, pendidikan merupakan unsur dasar yang menentukan kecekatan seseorang berpikir tentang dirinya dan lingkungannya. Seseorang yang mampu mengubah dirinya menjadi lebih baik diharapkan mampu
mengubah keluarganya, kelak mengubah daerahnya dan kemudian mengubah negaranya serta mengubah dunia dimana dia hidup. Seperti puisi seorang suster yang sangat mengharapkan terciptanya kedamaian di muka bumi ini.
Seseorang memiliki eksistensi tentang arti penting dirinya dan kehidupan yang diberikan Tuhan bagi dia dan sangat disayangkan jika itu berbuah dalam kesiasiaan.

Jika kita melirik sebentar ke negara-negara di Barat, mereka memberi perhatian penting terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, pendidikan dan keterampilan sebab hal itu bagi mereka merupakan asset, modal utama untuk boleh andil bersaing dengan yang lain.

Misalnya saja, negara USA dengan penemuan-penemuan baru di bidang IPTEK, yang dapat dijadikan sebagai "nilai jual" ke negara lain tanpa menghilangkan keoriginalan penemuan awal yang mereka lakukan. Mereka tidak segan-segan harus mengeluarkan berjuta dolar untuk merealisasikan penemuan mereka.

Kita sebagai warga negara Indonesia tidak menuntut seperti itu di negara kita sebab melihat kondisi pendidikan masih jauh perlu pembenahan di berbagai bidang pendidikan. Sekalipun demikian realitanya, bukan berarti kita hanya berpangku tangan saja dan menonton berharap dari negara lain yang akhirnya di era free trade ini kita tidak lagi mampu maju untuk memberdayakan diri agar layak bersaing dan layak jual. Kita boleh bermimpi tapi hati-hati jangan menjadi pemimpi.

Secara ruang lingkup yang sempit di kawasan Negara kita sendiri masih ada yang tertinggal, tidak mampu baca dan tulis. Hal ini merupakan suatu kekhawatiran yang sangat sulit untuk diberantas jika kita masih berkutat pada pemahaman yang primitif atau sedikit lebih maju namun sekedar tekhnis saja.

Memandang keluar dan melihat keterbukaan dalam dunia globalisasi, menjadikan peranan pendidikan sangat vital untuk jadi penentu sebab dunia pendidikan mampu memotivasi terciptanya tekhnologi yang bisa diadaptasi, diimitasi
bahkan disebarkan dengan cara yang cepat dan mudah. Yang kemudian hal tersebut dapat mendukung laju perkembangan suatu Negara.

Saat ini kita ditantang untuk belajar dan belajar sebab semakin kita tahu justru semakin banyak yang kita tidak tahu. Perkembangan bukan hitungan hari tetapi sudah bertolak ukur dengan hitungan detik. Dari waktu detik ke detik
berikutnya sudah menghasilkan berbagai daya kreasi penemuan-penemuan di berbagai bidang. Mengingat hal itu, maka mari kita memanfaatkan kesempatan yang tersedia, bukan kesempatan yang memanfaatkan kita. Sebab saat ini telah dinyatakan dalam prakteknya bahwa manusia adalah subyeknya dan kualitasnya adalah kunci, bukan soal kuantitas lagi. Kata bijak dari seorang berkebangsaan China yang menyatakan:

"Give a man a fish and you will feed him for a meal but teach a man how to fish and you will feed him for life"

Kata bijak yang sangat menggugah kita yang mempunyai arti "berikan pada seseorang seekor ikan maka kamu memberi dia hanya sekali makan tapi ajarilah seseorang untuk memancing maka kamu telah memberi dia makan seumur hidupnya." Suatu ungkapan yang boleh diberi acungan jempol. Dalam ungkapan itu tersimpan makna yang ingin disampaikan adalah manusiakan manusia agar ia menjadi manusia, berdayakan, didik, latih, beri keterampilan agar kelak dia yang memberdayakan dan bertanggungjawab pada dirinya, kehidupannya serta masa depannya.

Kaum muda adalah pemegang kunci di setiap daerah, pemuda adalah penerus bangsa. Adalah realita yang harus kita akui bahwa pemuda-pemuda bangsa kita, sebelum maju bersaing sudah hampir kalah bersaing, tetapi tidak ada kata
terlambat, sekarang juga mari semua kita perlengkapi anak-anak, diri kita untuk menjadi manusia-manusia kunci sebagai langkah menuju manusia yang siap pakai dan mempunyai daya kreatif tinggi serta bernilai jual yang layak di
dunia Internasional. Tidak mudah tapi kita mampu. Mari kita buktikan kepada dunia bahwa kita sebagai anak bangsa sanggup berkreasi di kancah dunia. 

Friday, September 16, 2011

Banyak Pemuda Malas Bertani Karena Mimpi Kejar Posisi PNS


Entah terdorong gengsi atau malu, yang jelas fakta berbicara. Sektor pertanian dan perkebunan tak diminati pemuda Kalbar. Solusi apa yang cocok untuk memotivasi?

Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kalbar prihatin atas fenomena sikap kalangan muda Kalbar yang kurang berminat menggeluti pekerjaan sektor pertanian dan perkebunan. Padahal dua sektor tersebut menyerap tenaga kerja cukup banyak. Akibatnya, banyak perusahaan yang bergerak di bidang pertanian dan perkebunan mengambil tenaga kerja dari pulau Jawa. Para pemuda asal Kalbar lebih cenderung membidik pekerjaan sebagai PNS atau bidang industri. Padahal kerja di bidang tersebut terbatas.  

Berdasarkan data statistik, jumlah angkatan kerja Kalbar pada Februari 2011 mencapai 2,26 juta orang, bertambah sekitar 60 ribu orang dibandingkan jumlah angkatan kerja pada Agustus 2010 sebesar 2,20 juta orang. Namun angka ini berkurang sekitar 21 ribu orang jika dibandingkan keadaan Februari 2010 sebesar 2,28 juta orang.

Sementara jumlah penduduk Kalbar yang bekerja pada Februari 2011 mencapai 2,14 juta orang, bertambah 48,6 ribu orang jika dibandingkan dengan keadaan Agustus 2010 sebesar 2,09 juta orang, namun berkurang 7,9 ribu orang jika dibandingkan dengan keadaan Februari 2010 sebesar 2,15 juta orang.

Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Provinsi Kalbar pada Februari 2011 mencapai 4,99 persen, naik 0,37 poin dibandingkan keadaan Agustus 2010 yang besarnya 4,62 persen. Namun mengalami penurunan 0,51 poin terhadap keadaan Februari 2010 yang besarnya 5,5 persen.

Pada Februari 2011, jumlah penduduk yang bekerja sebagai buruh/karyawan sebesar 556 ribu (25,96 persen), berusaha dibantu buruh tidak tetap sebesar 513 ribu orang (23,93 persen) dan berusaha sendiri sebanyak 355 ribu orang (15,56 persen). Berdasarkan jumlah jam kerja pada Februari 2011, sebesar 1,25 juta (58,51 persen) bekerja di atas 35 jam per minggu, sedangkan yang bekerja kurang dari 8 jam sebanyak 30 ribu orang (1,42 persen).

Memang tidak semua pemuda Kalbar yang terkesan ogah bekerja di sektor pertanian dan perkebunan itu kesalahan mereka. Tidak semuanya salah mereka tetapi kondisi kerjanya yang memang kurang baik. Kondisi kerja di sektor pertanian dan perkebunan masih tergolong konvensional. Alat-alat yang digunakan masih bersifat tradisional yang mengakibatkan tidak adanya kebanggaan bagi orang-orang yang bekerja di sektor tersebut.

Diharapkan agar pemerintah melalui institusi terkait menyediakan peralatan kerja yang memadai untuk sektor pertanian. Kondisi ini akan sangat berguna demi produktivitas dan kualitas produksi produk pertanian itu sendiri. Dengan peralatan yang memadai, orang akan senang bekerja di sektor pertanian. Di samping itu, pekerjaan mereka juga akan semakin mudah, sehingga bisa produksi lebih banyak. (EquatorNews 9/9/11)








Thursday, September 15, 2011

Tragedi Birokrasi



Pemerintah canangkan moratorium penerimaan PNS untuk 16 bulan ke depan mulai awal September 2011 ini. Beban anggaran untuk belanja pegawai yang terlalu besar yakni hampir seperenam atau sepertujuh RAPBN 2012, jadi pangkal utama ditempuhnya kebijakan ini.

Tragis lagi, 125 daerah memiliki beban belanja lebih dari 60 persen APBD-nya.  Akibatnya, pembangunan infrastruktur jalan di tempat. Namun timbul pertanyaan, apa benar dengan dipotongnya anggaran untuk birokrasi yang jumlahnya 4,7 juta PNS, moratorium itu sendiri lantas memberi jalan mulusnya reformasi birokrasi.

Di banyak tempat, terbukti statitiska tak berjalan linear dengan etos dan prestasi kerja. Yang mengemuka, birokrasi kerap malfungsi dalam mengabdi masyarakat karena ia menjadi bagian dari mesin korupsi.

Birokrasi makin miskin kinerja, selain didera korupsi juga disandera fragmentasi para politisi. Netralitas pegawai negeri makin langka 
menjelang pilkada dan independensinya makin diragukan saat tunduk dalam neopatrimonial pejabat daerah bersangkutan.

 Neopatrimonial karena sejak itu terjadi balas budi untuk birokrasi pendukung kepala daerah dan sangsi mutasi bagi pihak yang kontra dengan pejabat berkuasa.  Pemerintah pusat sendiri memberi contoh yang mudah ditiru oleh
pemerintahan di level bawah. Jumlah kementerian yang terlalu banyak, lalu komisi, lembaga atau satgas baru yang dibentuk mengindikasikan politik akomodasi lebih utama dibanding agenda reformasi birokrasi.

Permasalahan birokrasi yang rumit dan dipolitisasi ini sedikit banyak membuat proses rekrutmen, pembinaan dan karir pegawai negeri tak pernah sampai pada sebuah strategi besar reformasi birokrasi. (Najwa)

Buruknya Birokrasi Di Negeri Kita



Kerja yang lamban, kaku, tertutup, dan koruptif masih melingkupi birokrasi di Indonesia. Persoalan birokrasi di Indonesia sekarang ini ibarat gajah di pelupuk mata yang tidak kelihatan. Karena saking kusutnya, bangsa ini sendiri tidak bisa lagi mengenal, sebelum orang lain mengingatkannya. Hasil survei Political and Economic Risk Consultancy (PERC) baru-baru ini yang menyebut kinerja birokrasi Indonesia merupakan yang terburuk kedua di Asia setelah India, adalah salah satu contohnya.
Buruknya pelayanan birokrasi ini sesungguhnya sudah merupakan penyakit menahun di Indonesia. Sejak zaman Orde Baru hingga Reformasi, berulangkali pemantau internasional menobatkan negeri ini dengan prestasi buruk, namun kinerja aparatur penyelenggara negara itu bergeming sedikit pun. Tidak hanya uang negara yang habis untuk membayar upah para pegawai negara itu, harga diri Indonesia juga tercoreng di mata dunia karena ulah para birokrat yang tak becus itu. 
Permasalahan birokrasi Indonesia saat ini tidak lepas dari rendahnya kualitas SDM aparat birokrasi; semangat kerja dan kesadaran atas tugas dan tanggung jawab yang rendah; kurangnya pemahaman atas fokus tujuan dari tugasnya; lemahnya fungsi koordinasi; organisasi birokrasi yang sangat gemuk; masih tingginya budaya korupsi; dan pemahaman yang rendah atas tugasnya sebagai pelayan publik.
Sedikit kilas balik birokrasi Indonesia. Pada masa Kerajaan Sriwijaya dan Majapahit misalnya, sudah dikenal konsep birokrasi serta pembagian tugas. Namun demikian, raja masih dianggap yang paling berkuasa dan menentukan.
Pada masa pemerintahan Hindia Belanda, seseorang dapat menduduki jabatan pegawai pemerintahan Hindia Belanda harus menjalani magang (pengabdian yang belum digaji) kepada seorang priyayi atasan/pejabat. Dari magang tersebut terjadi hubungan patron-klien, di mana para pemagang akan sabar menunggu sampai diangkat sebagai pegawai, bila perlu mereka akan menjilat, cari muka, dan sebagainya.
Dalam masyarakat yang modern, yakni Indonesia pasca proklamasi, birokrasi menjadi suatu organisasi atau institusi yang penting. Penting karena secara umum dipahami bahwa salah satu institusi atau lembaga yang paling penting untuk membentuk negara adalah pemerintah, sedangkan personifikasi pemerintah itu sendiri adalah perangkat birokrasinya (birokrat).
Selanjutnya era Orde Baru, birokrasi memainkan peranan yang sangat sentral. Karena dominannya peran birokrasi, maka partisipasi masyarakat terasa kurang berakar atau menjadi “pelengkap” saja. Akibatnya, segala sesuatu saat itu terkesan lamban, kaku, dan tertutup.
Di era reformasi, demokrasi yang merupakan bentuk pemerintahan yang dicita-citakan di seluruh dunia mulai tumbuh di Indonesia. Seiring dengan itu, birokrasi yang memiliki berbagai macam dasar moral di dalamnya, seperti keyakinan akan nilai dan martabat manusia, kebebasan manusia, adanya aturan hukum yang pasti, asas musyawarah, dan prinsip perbaikan juga mulai tumbuh.

Namun, sifat-sifat dan pemahaman negatif di zaman sebelumnya, seperti lamban, kaku, tertutup, dan koruptif masih tetap tertinggal. Buktinya, seperti disebutkan di atas, birokrasi Indonesia ditempatkan oleh survei PERC sebagai yang terburuk kedua di Asia. Indikasi buruknya birokrasi di Indonesia ini juga ditemukan IFC (International Finance Corporation), terutama dalam kemudahan berusaha seperti membuka usaha, mendaftarkan properti, mengakses pinjaman, pembayaran pajak, hingga kepatutan terhadap kontrak kerja.
Menurut PERC, birokrasi di Indonesia tidak efektif, berbelit-belit, dan rawan korupsi. Secara keseluruhan, hasil survei itu menunjukkan Singapura dan Hong Kong sebagai negara dengan sistem birokrasi yang paling efisien di Asia. Kemudian berturut-turut di bawahnya, Thailand, Korea Selatan, Jepang, Taiwan, Malaysia, China, Vietnam, Filipina, Indonesia, dan India (9,41).
Kegagalan tersebut menurut PERC, selain Indonesia belum bisa meningkatkan efisiensi birokrasi, juga kegagalan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam menggulirkan reformasi birokrasi yang harus dibayar mahal dengan pengunduran diri Menkeu Sri Mulyani Indrawati.
Menanggapi predikat tersebut pemerintah sendiri mengakui telah gagal mereformasi birokrasi. Bahkan, Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi mengusulkan pemangkasan birokrasi dan revisi UU No 32/2004 tentang Pemerintah Daerah.
Dari segi ekonomi, pengamat ilmu administrasi negara yang juga guru besar FISIP UI Eko Prasodjo seperti dilaporkan harian Media Indonesia (10/6/2010) memperkirakan, Indonesia mengalami kerugian sekitar 30% dari APBN dan APBD setiap tahun akibat buruknya manajemen birokrasi. Dia mengaku tidak heran pada hasil survei PERC tersebut.
Pendapat lebih tegas disampaikan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD. Menurutnya, semua presiden Indonesia gagal mereformasi birokrasi. “Semua presiden gagal menepati janjinya dalam memperbaiki birokrasi,” ujarnya. Kegagalan tersebut menurutnya, karena instansi-instansi yang ada masih terbelenggu masa lalu.
Melihat persoalan birokrasi sekarang ini, maka jika birokrasi sebagai “alat pemerintah” yang bekerja untuk kepentingan rakyat berfungsi baik, birokrasi seharusnya berada dalam posisi netral. Kalaupun posisi itu tidak dapat sepenuhnya dicapai, paling tidak birokrasi semestinya mempunyai kemandirian sebagai lembaga yang tetap tegak membela kepentingan umum yang lebih meningkatkan diri sebagai “abdi masyarakat”.
Sejalan dengan itu, Indonesia harus membangun birokrasinya terlebih dahulu sebelum pembangunan ekonomi dan politik, karena birokrasi merupakan kekuatan utama untuk melaksanakan pembangunan lainnya. Dengan hasil survei PERC baru-baru ini, bangsa ini pun diharapkan bisa tersadarkan bahwa penyakit menahun itu masih ada di hadapan dan perlu pengobatan. (BeritaIndonesia)

Monday, September 12, 2011

Lemahnya Infrastruktur Desa, Hambat Investasi




Menurunnya daya saing di Indonesia lebih disebabkan melemahnya pembangunan infrastruktur di daerah-daerah dan belum meratanya pembangunan infrastruktur di berbagai daerah dan desa, seperti pembangunan jalan yang belum merata di pelosok pedesaan di Indonesia, dan di bidang instansi inilah yang paling menghambat para investor. Untuk jangka panjang, jika masalah infratruktur ini tidak diselesaikan maka akan menghambat datangnya investor ke Indonesia.

Seperti diberitakan Global Competitiveness Report 2011-2012 yang dikeluarkan World Ekonomic Forum, peringkat daya saing Indonesia turun dari peringakat ke 44 pada 2010 menjadi 46 tahun ini dari 142 negera.

Meski mengalami penurunan, namun Indonesia tetap dianggap memiliki kinerja terbaik di antara negara berkembang di kawasan Asia, setelah Malaysia, China, mengalahkan India, Vietnam, Filipina. Hal itu dilatarbelakangi kondisi makro ekonomi yang membaik, meski mengalami kekhawatiran terhadap inflasi.

Kebijakan fiskal yang sehat membawa defisit anggaran dan angka utang publik menurun di tingkat yang rendah. Hal ini memberikan kontribusi bagi peningkatan rating negara. Untuk kondisi makro ekonomi ini, Indonesia berada di peringkat 23 (naik pesat dibanding kondisi 2007 dengan peringkat 89).

Kondisi ini juga berdampak bagi kualitas infrastruktur, meski dianggap masih rendah (peringkat 76 yang mengalami kenaikan 6 tingkat). Belum adanya pembangunan fasilitas lainnya, dan tidak menunjukkan adanya tanda kemajuan ini cukup mengkhawatirkan (peringkat 103 atau turun 7 tingkat, dengan skor 3,6). Selain itu, kondisi pasokan listrik juga masih tidak dapat diandalkan (peringkat 89).

Sementara itu, penilaian institusi publik juga menurun 10 tingkat menjadi peringkat 71. Pemerintah saat ini tengah mengatasi isu korupsi, suap. Isu ini masih dianggap menjadi faktor bermasalah dalam melakukan bisnis di tanah air.

Untuk meningkatkan daya saing, Indonesia perlu melakukan efisiensi tenaga kerja (peringkat 94), dan meningkatkan kesiapan teknologi (peringkat 94) yang masih lamban. 



Friday, September 9, 2011

Bank Mandiri Salurkan Kredit Perkebunan Rp2,23 Triliun



PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) menuturkan Kredit Pengembangan Energi Nabati dan Revitalisasi Perkebunan (KPEN-RP) mencapai Rp2,23 triliun hingga April 2011 lalu. Kredit itu disalurkan kepada 43 koperasi dengan jumlah petani mencapai 28.545 orang dan luasan area kebun 55.987 hektare.

"Penyaluran KPEN-RP tersebut tumbuh 17,99 persen dari penyaluran pada April tahun lalu sebesar Rp1,89 triliun," kata Direktur Commercial and Business Banking Bank Mandiri Sunarso dalam keterangan tertulisnya kepadaokezone di Jakarta, Senin (30/5/2011).

Kredit Pengembangan Energi Nabati dan Revitalisasi Perkebunan merupakan kredit untuk tujuan investasi yang diberikan dalam rangka mendukung pelaksanaan Program Pengembangan Tanaman Bahan Bakar Nabati dan Program Revitalisasi Perkebunan yang mendapatkan subsidi bunga dari pemerintah.

Bank Mandiri juga kembali menyalurkan KPEN-RP kepada 936 petani kebun kelapa sawit melalui tiga koperasi di bawah binaan PT Global Kalimantan Makmur dan PT Semai Lestari, yaitu Koperasi Kebun Tuah Buno, Koperasi Kebun Lanta Lomour, dan Koperasi Kebun Bupulu Lomour.

Kredit yang disalurkan senilai Rp147,087 Miliar untuk pembiayaan kebun kelapa sawit di wilayah Sanggau, Kalimantan Barat seluas 3.600 hektar. Khusus untuk sektor perkebunan, tahun ini Bank Mandiri memiliki pipeline untuk skim KPEN-RP sebesar Rp2,64 triliun dan skim komersial sebesar Rp2,00 triliun.

Penandatanganan perjanjian kredit dilakukan oleh Mandiri Business Banking Centre Manager Pontianak Jaka Miranda dengan pengurus Koperasi Kebun Tuah Buno, Koperasi Kebun Lanta Lomour, dan Koperasi Kebun Bupulu Lomour.

Bank Mandiri telah menyalurkan kredit dengan skim KPEN-RP kepada petani di seluruh Indonesia sejak 2007. Secara keseluruhan, portofolio kredit perkebunan plasma Bank Mandiri, baik yang menggunakan skim KPEN-RP maupun skim komersial, telah mencapai Rp.4.98 triliun kepada 148 koperasi dengan jumlah petani sebanyak 108.279 orang dan luasan areal kebun sebesar  205.038 hektare.(Widi Agustian) 

Wednesday, August 31, 2011

Memberdayakan Kearifan Lokal Bagi Komunitas Adat Terpencil


Kearifan lokal adalah pandangan hidup dan ilmu pengetahuan serta berbagai strategi kehidupan yang berwujud aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat lokal dalam menjawab berbagai masalah dalam pemenuhan kebutuhan mereka. Dalam bahasa asing sering juga dikonsepsikan sebagai kebijakan setempat “local wisdom” atau pengetahuan setempat “local knowledge”atau kecerdasan setempat “local genious”.
Sistem pemenuhan kebutuhan mereka pasti meliputi seluruh unsur kehidupan ; agama, ilmu pengetahuan, ekonomi, tehnologi, organisasi sosial, bahasa dan komunikasi, serta kesenian. Mereka mempunyai pemahaman, program, kegiatan, pelaksanaan terkait untuk mempertahankan, memperbaiki, mengembangkan unsur kebutuhan mereka itu, dengan memperhatikan ekolsistem (flora,fauna dan mineral) serta sumberdaya manusia yang terdapat pada warga mareka sendiri.

Di sudut lain sebahagian warga negara kita yang memiliki latarbelakang ilmu pengetahuan akademis dan telah memasuki kebudayaan yang lebih progresif ditinjau dari segi berbagai nilai dan norma kehidupan kota ketika duduk sebagai birokrat atau sebagai akademisi yang senang dengan gagasan-gagasan baru, melihat budaya kehidupan masyarakat lokal sebagai sangat sederhana dan terkebelakang atau tertinggal dilihat dengan kacamata provider dari kalangan akademisi dan birokrat tersebut bahkan dikalangan LSM. Dari itulah selama berpuluh tahun pikiran ini mendominasi strategi pembangunan masyrakat tersebut dengan maksud terjadinya percepatan (akselarasi) perubahan kehidupan mereka. Akan tetapi dalam proses itu banyak sekali kegagalan dalam upaya tersebut, karena gagasan itu, merupakan perubahan yang didatangkan dari luar dengan paradigma yang tidak tersistem dengan akar budaya kehidupan yang ada dalam masyarakt itu. Bahkan yang banyak berubah adalah jajaran birokrat yang terlibat dengan program itu yaitu mereka menjadi kaya raya, sementara masyarakat lokal yang dibina tidak banyak perubahan bahkan banyak yang berdampak bergesernya sejumlah nilai dan norma budaya lokal yang baik kepada kejelekan seperti gotong royong dalam pengolahan sawah pertanian berubah menjadi individual dan ketergantungan kepada pebisnis di bidang terkait. Ini terjadi karena ketidaktuntasan secara sistemik. Bahkan jika dihitung secara matematis, ribuan trilyun dana yang dikeluarkan itu tidak efektif ditambah dengan penguapan berupa penyimpangan hingga penyelewengan.
Dengan demikian atas banyaknya kegagagalan masa lalu itu, ke depan perlu keseriusan para birokrat, akademisi, pengusaha terkait, LSM (NGO), merubah paradigma, konsep, dan proposisi, serta model teori tentang percepatan pembangunan masyarakat, termasuk atau terutama untuk masyarakat desa di pedesaan maupun masyarakat adat perpencil.




Penyebab Kegagalan Ekselarasi Pembangunan Masyarakat Desa Pedesaan dan Komunitas Adat Terpencil

  1.  
    1. Pembangunan tidak didasarkan kepada pengetahuan pembangun yang lengkap tentang SWOT Budaya Kehidupan Masyarakat yang bersangkutan.
    2. Stretagi Pembangunan yang dilakukan, sangat kental dengan pendewaan, apa yang terpikir oleh birokrat, akademisi, pengusaha terkait, dan LSM.
    3. Jumlah anggaran dan rentangan waktu untuk ekselarasi pembangunan desa Pedesaan dan KAT (Pemetaan, Jenis Bangunan yang dipercepat dan insentif peneliti dan pembangun “provider”) sangat tidak sesuai atau paradok dengan fenomena masyarakat recipient.
    4. Dari a, b, dan c masa lalu itu sesungguhnya secara tidak kita sadari sangat tinggi kebodohan atau pelecehan atau ketidakperdulian yang dilakukan oleh pelbagai pihak terkait
    5. Peneliti dan pembangun sendiri, banyak yang rendah kemampuan intektual (kognitif) dan ketrampilan, komitmen dan idealismenya, yang berdampak pada etos kerja rendah dalam bertugas;
    6. Sering sekali keinginan birokrat, akademisi, pengusaha terkait, LSM, terhadap variasi pembangunan, membuyarkan dan mempersempit bahkan menghentikan pengintensifan hingga perluasan penganggaran pelaksanaan suatu program dan pendekatannya yang telah berhasil di suatu tempat untuk dilanjutkan uji cobanya ke daerah lainnya. Akibatnya, percepatan perluasan ke berbagai wilayah tidak tercapai dan teori madya (madya theory) dan teori besar (grand theory) pun tidak banyak yang terangkat dari pelaksanaan pembangunan yang diselenggarakan (Contoh lama: PAR (Participatory Action Research) dibidang Community Development dan Controh Baru: Basic Competence di bidang Kurikulum Pendidikan).
    7. Bahkan dari dana yang tersedia itupun tidak jarang oleh birokrasi, akademisi yang diberi peluang, penguasaha terkait, eksper LSM, peneliti, pembangun yang ditugasi, untuk kepentingan penelitian dan pembangunan dimaksud, menyelewengkan dana tersebut sehingga kualitas kerjanya sangat rendah.
    8. Ketidakmaupuan merubah paradigma dan model pendekatan kebijakan ke depan akan membuat desa pedesaan dan Komunitas Adat Terpencil (KAT ) menjadi abadi untuk proyek berkepanjangan dari birokrasi dan akedemisi serta LSM dan NGO lainnya, sebagai museum manusia unik, kesenjangan sosial laten yang potensil menyulut disorganisasi, konflik, kerusuhan, disintegrasi dan isu kemerdekan, dan intervensi masyarakat internasional. Negara kita menjadi kurang demokratis, rentan kekacauan dan sungguh tidak arif. (Rajab Kat)

Hutan Kalimantan Paru - Paru Dunia


   Kondisi Indonesia yang masih memiliki hutan tropis di Kalimantan, membuahkan harapan dalam mengatasi krisis perubahan iklim yang dialami dunia saat ini. Namun dunia luar justru menilai Indonesia yang menghancurkan upaya tersebut.
Juli 2010, investor Amerika Serikat (AS) Todd Lemons dan perusahan energi raksasa Rusia Gazprom yakin akan memenangkan proyek pelestarian hutan di Indonesia. Tetapi sudah setahun lebih, mereka hanya mendapatkan bahwa proyek mereka mulai menemui jalan buntu.


Birokrasi yang rumit di Indonesia. hukum yang tidak jelas serta aturan perusahaan kelapa sawit ditengarai menjadi biang keladi hancurnya proyek yang ditujukan untuk mengurangi bahaya perubahan iklim di dunia.


Proyek Rimba Raya di Kalimantan, disebut sebagai upaya Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), yang ditujukan untuk memberikan negara berkembang imbalan agar dapat menjaga hutan mereka.
Lahan gambut yang terdapat pada hutan tropis di Indonesia dianggap ampuh menjaga miliaran ton karbon. Harta karun inilah yang menyebabkan hutan di Indonesia memegang peranan amat penting dalam perang melawan perubahan iklim yang mengancam dunia.
Dengan memberikan nilai pada karbon, proyek yang melibatkan 90 ribu hektare (ha) lahan, dapat membantu memberi bukti kepada investor, bahwa mereka dapat menghasilkan keuntungan dari hutan-hutan di dunia dengan cara-cara yang tidak merusak bisnis mereka.


Setelah tiga tahun rencana proyek ini dilakukan dan menghabiskan biaya lebih dari USD2 miliar atau sekira Rp17 triliun (Rp8.542 per USD) serta mendapat persetujan dari Jakarta, tantangan proyek ini ternyata jauh lebih besar. Tetapi tantangan tersebut lebih rumit dari pada merencanakan sebuah kerangka kerja yang dapat berfungsi di pasar.
Reuters menyebutkan bahwa pihak Kementerian Kehutanan Indonesia merasa skeptis dengan pasar dari karbon kredit hutan. Hal ini tentunya bertolak belakang mengingat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono amat mendukung skema investasi untuk melawan perubahan ini.


“Kesuksesan skema ini hanya tinggal dua bulan. Kami sudah mengikuti langkah yang diinginkan Pemerintah (Indonesia). Bila ada 12 langkah yang ditentukan, kami sudah menyelesaikan 11 langkah tersebut dalam waktu dua tahun,” ungkap investor Todd Lemons seperti dikutip Reuters, Selasa (30/8/2011).
Lemons menambahkan, memang jalan berliku dihadapinya, tetapi secara keseluruhan lama-kelamaan prosesnya makin berbelit dan melewati batas waktu yang ditentukan. 


Kondisinya diperparah dengan keputusan Kementerian Kehutan memutuskan untuk memotong wilayah hutan dalam proyek tersebut, menjadi setengah dari sudah disepakati sebelumnya. Keputusan ini tentunya membuat proyek makin tidak dapat berjalan dengan baik. 
Keputusan pihak kementerian untuk memberikan penanganan lahan gambut kepada sebuah perusahaan minyak kelapa sawit makin membuat proyek ini terhambat.

Kasus ini juga peringatan bagi Pemerintah Norwegia, sebagai donor terbesar bagi proyek hutan tropis ini. Mereka harus siap menghadapi sulitnya brikorasi pemerintah meskipun sepakat memberikan bantuan sebesar USD1 miliar atau sekira Rp8,5 triliun.dengan Indonesia.  (OKEZONE 30/08/11)

Friday, July 1, 2011

Kesejahteraan Rakyat Acap Tersisihkan



Keberpihakan pemerintah mewujudkan kesejahteraan dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat cenderung makin pudar. Itu tercermin dalam penggunaan anggaran untuk kesejahteraan rakyat yang acap tersisihkan oleh kepentingan untuk memenuhi kebutuhan pemerintah ataupun pejabat negara yang sesungguhnya tidak urgen.
Contoh gamblang tentang itu adalah pembangunan gedung pemerintahan ataupun pengadaan kendaraan dinas mewah untuk jajaran pejabat negara. Sementara alokasi subsidi yang sangat dibutuhkan untuk mendorong perkembangan perekonomian rakyat justru terus dikurangi.

Pengabaian amanat konstitusi negara yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945 itu juga diperparah oleh makin kuatnya dominasi asing dalam perekonomian nasional.
Strategi penggunaan anggaran, ditambah lagi pembiayaan ekonomi pemerintah selama ini, cuma memunculkan ketidakadilan. Penggunaan anggaran negara cenderung diprioritaskan untuk kepentingan pemerintah dan pejabat negara ketimbang untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat miskin.

Karena itu, peranan pemerintah untuk menjamin kepentingan rakyat harus dilaksanakan secara konsekuen. Selain itu ke depan pemerintah harus segera membuat Undang-Undang (UU) Sistem Perekonomian Nasional agar tetap bisa mempertahankan perekonomian Indonesia dari gempuran intervesi asing, ika tidak perekonomian Indonesia akan terus berada di bawah jajahan kepentingan asing karena tidak adanya pijakan yang berkekuatan hukum tetap dalam menjalankan aturan yang selama ini berlaku.
Sementara itu,  kegagalan dalam Pancasila terletak pada orang yang menafsirkannya. Setiap kali pemerintah mau melakukan sesuatu yang berhubungan dengan kebijakan, seharusnya dasarnya adalah Pancasila.

Pancasilaiskah keinginan DPR membangun gedung seharga Rp 1,3 triliun di tengah-tengah masih ada sekian juta masyarakat di pedalaman Kalimantan yang penduduknya masih kurang mengenyam dunia pendidikan ? Pertanyaannya, lebih penting mana gedung yang diduduki DPR yang nggak jelas kerjanya apa dibanding tujuan bernegara Pancasila yaitu menciptakan kehidupan yang sejahtera secara ekonomi ?

Terkait lemahnya perekonomian nasional kehadiran undang-undang (UU) saat ini yang dibuat per sektor dengan menguatkan proses liberalisasi perekonomian di masing-masing sektor merupakan bentuk nyata dari kekuatan intervensi asing. Ini terlihat jelas dalam UU tentang Migas dan Pertambangan maupun undang-undang lainnya.

sejak 1966 silam intervensi asing telah berhasil memecah konstitusi Indonesia dengan cara melakukan investasi yang akhirnya tidak sejalan dengan pedoman UUD 45 yakni di Pasal 33. Dengan maksud yang luas pada Pasal 33,maka intervensi asing bisa menjadikan pejabat negara memelintir bunyi konstitusi tersebut sehingga terbitlah UU di bawahnya. Akhirnya menjadikan peraturan tersebut menjadi legal yang disebut legalisasi neokolonialisme.

Seharusnya, ada UU yang bisa menjadi sinkronisasi dari UU yang berkaitan dengan ekonomi dan telah berjalan, sehingga tidak ada peraturan yang bertabrakan dan merugikan perekonomian bangsa.  Ya, platform-nya tetap harus menginduk kepada UU Dasar 1945, Pasal 33. Harus diakui, terjadi kelemahan perekonomian nasional karena semata-mata hanya karena semua orang telah melemahkan keberadaan Pancasila, dimana itu menjadi batang tubuh dari UU Dasar yang tidak bisa dipisahkan. Dengan demikian,  Indonesia harus memiliki UU khusus perekonomian nasional yang bisa mengintegrasikan UU yang kini dibagi per sektor. Namun, platform-nya tetap harus sejalan dengan Pasal 33 UU Dasar 1945, Yakni lebih menjelaskan secara spesifik aturan yang boleh dijalankan sehingga tidak merugikan perekonomian bangsa dan pastinya bebas dari intervensi kepentingan asing

Di lain pihak, masuknya pihak asing ke dalam perekonomian Indonesia sebenarnya tidak menjadi masalah jika tidak memengaruhi jantung perekonomian dan tidak mengganggu kebutuhan rakyat banyak. Termasuk di sektor perbankan nasional yang kini kepemilikan asing sudah menguasai sekitar 40 persen aset perbankan. Namun masalahnya, perbankan merupakan jantung perekonomian nasional saat ini, sehingga kalau tidak diperkecil batas kepemilikan asing bisa mengganggu ekonomi kita. Sekarang sudah 40 persen aset perbankan yang dimiliki asing, dan kalau tidak dikurangi jumlahnya, maka itu akan terus bertambah.

Aturan mengenai bolehnya pihak asing memiliki saham bank di Indonesia hingga 99 persen diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 29/1999 mengenai Pembelian Saham Bank Umum yang dikeluarkan oleh Presiden BJ Habibie pada Mei 1999.  Para Ekonom menyoroti  kemudahan bagi pihak asing untuk menjadi pemilik di bank-bank nasional. Seharusnya kemudahan itu diikuti dengan aturan agar bank tersebut benar-benar bermanfaat bagi perekonomian nasional dan tidak hanya mencari untung semata. Kepemilikan asing harus diatur agar lebih seimbang, terutama agar pencairan kreditnya harus ditingkatkan.

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More