Hancurnya Sumber Penghidupan Masyarakat

Tanah dan kekayaan alam bagi kaum tani merupakan sarana produksi utama. Dari hasil kerjanya kaum tani untuk menghasilkan kebutuhan untuk penghidupannya. Bagi masyarakat Kalimantan Barat ketergantungan penghidupan ekonomi dari tanah dan kekayaan alam berupa hutan

Tidak Ada Pemulihan,Hutan Indonesia akan Hancur

Pada tahun 1950, Luas Hutan indonesia masih menutupi 80 % daratan Indonesia, dengan luas 162.290.000 Hektar, dan sampai hari ini grafik kerusakannya semakin meningkat. Tahun 1999 Kepentingan Perubahan kawasan hutan untuk pertambangan mulai muncul menyusul sejak keluarnya izin tambang dalam kawasan hutan, dimana saat itu luas izin tambang dalam kawsan hutan

Memajukan Desa Tertinggal

Dalam catatan sejarah, bangsa Indonesia secara legal formal telah merdeka lebih dari setengah abad. Pada bulan Agustus 2012 nanti, Indonesia telah memasuki usia kemerdekaanya yang ke-67.

Memberdayakan Kearifan Lokal Bagi Komunitas Adat Terpencil

Kearifan lokal adalah pandangan hidup dan ilmu pengetahuan serta berbagai strategi kehidupan yang berwujud aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat lokal dalam menjawab berbagai masalah dalam pemenuhan kebutuhan

Kesejahteraan Rakyat Acap Tersisihkan

Keberpihakan pemerintah mewujudkan kesejahteraan dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat cenderung makin pudar. Itu tercermin dalam penggunaan anggaran untuk kesejahteraan rakyat yang acap tersisihkan oleh kepentingan untuk memenuhi .

Wednesday, September 28, 2011

KPU Sosialisasi Pemilu di Semongan


Dalam rangka  mempersiapkan pemilih berkualitas untuk menghadapi Pemilu Pilgub, Pilbup, Pilpres, maupun Pileg, KPU Sanggau melakukan kegiatan sosialisasi. Kegiatan dilaksanakan di Balai Pertemuan Desa Semongan, Kecamatan Noyan (21/9).
“Kegiatan ini adalah untuk meningkatakan pemahaman dan pengetahuan masyarakat terkait penyelenggaraan pemilihan umum,” kata Ketua KPU Kabupaten Sanggau, Mugiono Pramono SPd.
Mugiono menjelaskan, bahwa untuk mencapai ke desa yang dimaksud, membutuhkan waktu perjalanan sekitar 1 jam lebih dengan menggunakan kendaraan roda dua. Sebab, dengan kondisi jalan yang buruk, sangat sulit bagi kendaraan roda empat untuk masuk dan mencapai desa tujuan.
Menurut Mugiono, selain untuk melaksanakan sosialisasi, KPU juga ingin melihat kondisi jalan, mengingat pada Pemilu lalu ada beberapa desa atau dusun di Kecamatan Noyan yang mengalami kendala dalam pengiriman logistik atau pun hasil pemungutan suara.
“Dengan melihat langsung ke lapangan seperti ini, maka KPU bisa memahami kesulitan yang dialami oleh  petugasnya di lapangan. Harapannya, ke depan KPU Sanggau akan melakukan persiapan lebih matang untuk daerah-daerah sulit,” papar Mugiono.
Dirinya juga menjelaskan, inti dari kegiatan sosialisasi itu bertujuan untuk mendidik para pemilih agar menjadi pemilih yang berkualitas. (Borneotribune 27/09/11)

Thursday, September 22, 2011

Pentingnya Pendidikan Generasi Muda Untuk Membangun Daerah


Pendidikan adalah yang utama dan terutama di dalam kehidupan era masa sekarang ini. Sejauh kita memandang maka harus sejauh itulah kita harus memperlengkapi diri kita dengan berbagai pendidikan. Kita jangan salah memahami bahwa pendidikan diperoleh dengan cara menempuh jalur formal saja, dengan cara datang, duduk, mendengar dan selanjutnya hingga akan memperoleh penghargaan dari test yang sudah dilewati. Umumnya yang kerap kita dengar yaitu:

LONG LIFE EDUCATION

Pendidikan dapat diperoleh dengan berbagai cara terlebih lagi semakin mendukungnya perkembangan alat-alat elektronika sekarang ini. Dengan mudah kita beroleh informasi tentang perkembangan zaman baik dari belahan bumi
barat terlebih lagi dari negara tetangga.

Ilmu pengetahuan, keterampilan, pendidikan merupakan unsur dasar yang menentukan kecekatan seseorang berpikir tentang dirinya dan lingkungannya. Seseorang yang mampu mengubah dirinya menjadi lebih baik diharapkan mampu
mengubah keluarganya, kelak mengubah daerahnya dan kemudian mengubah negaranya serta mengubah dunia dimana dia hidup. Seperti puisi seorang suster yang sangat mengharapkan terciptanya kedamaian di muka bumi ini.
Seseorang memiliki eksistensi tentang arti penting dirinya dan kehidupan yang diberikan Tuhan bagi dia dan sangat disayangkan jika itu berbuah dalam kesiasiaan.

Jika kita melirik sebentar ke negara-negara di Barat, mereka memberi perhatian penting terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, pendidikan dan keterampilan sebab hal itu bagi mereka merupakan asset, modal utama untuk boleh andil bersaing dengan yang lain.

Misalnya saja, negara USA dengan penemuan-penemuan baru di bidang IPTEK, yang dapat dijadikan sebagai "nilai jual" ke negara lain tanpa menghilangkan keoriginalan penemuan awal yang mereka lakukan. Mereka tidak segan-segan harus mengeluarkan berjuta dolar untuk merealisasikan penemuan mereka.

Kita sebagai warga negara Indonesia tidak menuntut seperti itu di negara kita sebab melihat kondisi pendidikan masih jauh perlu pembenahan di berbagai bidang pendidikan. Sekalipun demikian realitanya, bukan berarti kita hanya berpangku tangan saja dan menonton berharap dari negara lain yang akhirnya di era free trade ini kita tidak lagi mampu maju untuk memberdayakan diri agar layak bersaing dan layak jual. Kita boleh bermimpi tapi hati-hati jangan menjadi pemimpi.

Secara ruang lingkup yang sempit di kawasan Negara kita sendiri masih ada yang tertinggal, tidak mampu baca dan tulis. Hal ini merupakan suatu kekhawatiran yang sangat sulit untuk diberantas jika kita masih berkutat pada pemahaman yang primitif atau sedikit lebih maju namun sekedar tekhnis saja.

Memandang keluar dan melihat keterbukaan dalam dunia globalisasi, menjadikan peranan pendidikan sangat vital untuk jadi penentu sebab dunia pendidikan mampu memotivasi terciptanya tekhnologi yang bisa diadaptasi, diimitasi
bahkan disebarkan dengan cara yang cepat dan mudah. Yang kemudian hal tersebut dapat mendukung laju perkembangan suatu Negara.

Saat ini kita ditantang untuk belajar dan belajar sebab semakin kita tahu justru semakin banyak yang kita tidak tahu. Perkembangan bukan hitungan hari tetapi sudah bertolak ukur dengan hitungan detik. Dari waktu detik ke detik
berikutnya sudah menghasilkan berbagai daya kreasi penemuan-penemuan di berbagai bidang. Mengingat hal itu, maka mari kita memanfaatkan kesempatan yang tersedia, bukan kesempatan yang memanfaatkan kita. Sebab saat ini telah dinyatakan dalam prakteknya bahwa manusia adalah subyeknya dan kualitasnya adalah kunci, bukan soal kuantitas lagi. Kata bijak dari seorang berkebangsaan China yang menyatakan:

"Give a man a fish and you will feed him for a meal but teach a man how to fish and you will feed him for life"

Kata bijak yang sangat menggugah kita yang mempunyai arti "berikan pada seseorang seekor ikan maka kamu memberi dia hanya sekali makan tapi ajarilah seseorang untuk memancing maka kamu telah memberi dia makan seumur hidupnya." Suatu ungkapan yang boleh diberi acungan jempol. Dalam ungkapan itu tersimpan makna yang ingin disampaikan adalah manusiakan manusia agar ia menjadi manusia, berdayakan, didik, latih, beri keterampilan agar kelak dia yang memberdayakan dan bertanggungjawab pada dirinya, kehidupannya serta masa depannya.

Kaum muda adalah pemegang kunci di setiap daerah, pemuda adalah penerus bangsa. Adalah realita yang harus kita akui bahwa pemuda-pemuda bangsa kita, sebelum maju bersaing sudah hampir kalah bersaing, tetapi tidak ada kata
terlambat, sekarang juga mari semua kita perlengkapi anak-anak, diri kita untuk menjadi manusia-manusia kunci sebagai langkah menuju manusia yang siap pakai dan mempunyai daya kreatif tinggi serta bernilai jual yang layak di
dunia Internasional. Tidak mudah tapi kita mampu. Mari kita buktikan kepada dunia bahwa kita sebagai anak bangsa sanggup berkreasi di kancah dunia. 

Friday, September 16, 2011

Banyak Pemuda Malas Bertani Karena Mimpi Kejar Posisi PNS


Entah terdorong gengsi atau malu, yang jelas fakta berbicara. Sektor pertanian dan perkebunan tak diminati pemuda Kalbar. Solusi apa yang cocok untuk memotivasi?

Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kalbar prihatin atas fenomena sikap kalangan muda Kalbar yang kurang berminat menggeluti pekerjaan sektor pertanian dan perkebunan. Padahal dua sektor tersebut menyerap tenaga kerja cukup banyak. Akibatnya, banyak perusahaan yang bergerak di bidang pertanian dan perkebunan mengambil tenaga kerja dari pulau Jawa. Para pemuda asal Kalbar lebih cenderung membidik pekerjaan sebagai PNS atau bidang industri. Padahal kerja di bidang tersebut terbatas.  

Berdasarkan data statistik, jumlah angkatan kerja Kalbar pada Februari 2011 mencapai 2,26 juta orang, bertambah sekitar 60 ribu orang dibandingkan jumlah angkatan kerja pada Agustus 2010 sebesar 2,20 juta orang. Namun angka ini berkurang sekitar 21 ribu orang jika dibandingkan keadaan Februari 2010 sebesar 2,28 juta orang.

Sementara jumlah penduduk Kalbar yang bekerja pada Februari 2011 mencapai 2,14 juta orang, bertambah 48,6 ribu orang jika dibandingkan dengan keadaan Agustus 2010 sebesar 2,09 juta orang, namun berkurang 7,9 ribu orang jika dibandingkan dengan keadaan Februari 2010 sebesar 2,15 juta orang.

Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Provinsi Kalbar pada Februari 2011 mencapai 4,99 persen, naik 0,37 poin dibandingkan keadaan Agustus 2010 yang besarnya 4,62 persen. Namun mengalami penurunan 0,51 poin terhadap keadaan Februari 2010 yang besarnya 5,5 persen.

Pada Februari 2011, jumlah penduduk yang bekerja sebagai buruh/karyawan sebesar 556 ribu (25,96 persen), berusaha dibantu buruh tidak tetap sebesar 513 ribu orang (23,93 persen) dan berusaha sendiri sebanyak 355 ribu orang (15,56 persen). Berdasarkan jumlah jam kerja pada Februari 2011, sebesar 1,25 juta (58,51 persen) bekerja di atas 35 jam per minggu, sedangkan yang bekerja kurang dari 8 jam sebanyak 30 ribu orang (1,42 persen).

Memang tidak semua pemuda Kalbar yang terkesan ogah bekerja di sektor pertanian dan perkebunan itu kesalahan mereka. Tidak semuanya salah mereka tetapi kondisi kerjanya yang memang kurang baik. Kondisi kerja di sektor pertanian dan perkebunan masih tergolong konvensional. Alat-alat yang digunakan masih bersifat tradisional yang mengakibatkan tidak adanya kebanggaan bagi orang-orang yang bekerja di sektor tersebut.

Diharapkan agar pemerintah melalui institusi terkait menyediakan peralatan kerja yang memadai untuk sektor pertanian. Kondisi ini akan sangat berguna demi produktivitas dan kualitas produksi produk pertanian itu sendiri. Dengan peralatan yang memadai, orang akan senang bekerja di sektor pertanian. Di samping itu, pekerjaan mereka juga akan semakin mudah, sehingga bisa produksi lebih banyak. (EquatorNews 9/9/11)








Thursday, September 15, 2011

Tragedi Birokrasi



Pemerintah canangkan moratorium penerimaan PNS untuk 16 bulan ke depan mulai awal September 2011 ini. Beban anggaran untuk belanja pegawai yang terlalu besar yakni hampir seperenam atau sepertujuh RAPBN 2012, jadi pangkal utama ditempuhnya kebijakan ini.

Tragis lagi, 125 daerah memiliki beban belanja lebih dari 60 persen APBD-nya.  Akibatnya, pembangunan infrastruktur jalan di tempat. Namun timbul pertanyaan, apa benar dengan dipotongnya anggaran untuk birokrasi yang jumlahnya 4,7 juta PNS, moratorium itu sendiri lantas memberi jalan mulusnya reformasi birokrasi.

Di banyak tempat, terbukti statitiska tak berjalan linear dengan etos dan prestasi kerja. Yang mengemuka, birokrasi kerap malfungsi dalam mengabdi masyarakat karena ia menjadi bagian dari mesin korupsi.

Birokrasi makin miskin kinerja, selain didera korupsi juga disandera fragmentasi para politisi. Netralitas pegawai negeri makin langka 
menjelang pilkada dan independensinya makin diragukan saat tunduk dalam neopatrimonial pejabat daerah bersangkutan.

 Neopatrimonial karena sejak itu terjadi balas budi untuk birokrasi pendukung kepala daerah dan sangsi mutasi bagi pihak yang kontra dengan pejabat berkuasa.  Pemerintah pusat sendiri memberi contoh yang mudah ditiru oleh
pemerintahan di level bawah. Jumlah kementerian yang terlalu banyak, lalu komisi, lembaga atau satgas baru yang dibentuk mengindikasikan politik akomodasi lebih utama dibanding agenda reformasi birokrasi.

Permasalahan birokrasi yang rumit dan dipolitisasi ini sedikit banyak membuat proses rekrutmen, pembinaan dan karir pegawai negeri tak pernah sampai pada sebuah strategi besar reformasi birokrasi. (Najwa)

Buruknya Birokrasi Di Negeri Kita



Kerja yang lamban, kaku, tertutup, dan koruptif masih melingkupi birokrasi di Indonesia. Persoalan birokrasi di Indonesia sekarang ini ibarat gajah di pelupuk mata yang tidak kelihatan. Karena saking kusutnya, bangsa ini sendiri tidak bisa lagi mengenal, sebelum orang lain mengingatkannya. Hasil survei Political and Economic Risk Consultancy (PERC) baru-baru ini yang menyebut kinerja birokrasi Indonesia merupakan yang terburuk kedua di Asia setelah India, adalah salah satu contohnya.
Buruknya pelayanan birokrasi ini sesungguhnya sudah merupakan penyakit menahun di Indonesia. Sejak zaman Orde Baru hingga Reformasi, berulangkali pemantau internasional menobatkan negeri ini dengan prestasi buruk, namun kinerja aparatur penyelenggara negara itu bergeming sedikit pun. Tidak hanya uang negara yang habis untuk membayar upah para pegawai negara itu, harga diri Indonesia juga tercoreng di mata dunia karena ulah para birokrat yang tak becus itu. 
Permasalahan birokrasi Indonesia saat ini tidak lepas dari rendahnya kualitas SDM aparat birokrasi; semangat kerja dan kesadaran atas tugas dan tanggung jawab yang rendah; kurangnya pemahaman atas fokus tujuan dari tugasnya; lemahnya fungsi koordinasi; organisasi birokrasi yang sangat gemuk; masih tingginya budaya korupsi; dan pemahaman yang rendah atas tugasnya sebagai pelayan publik.
Sedikit kilas balik birokrasi Indonesia. Pada masa Kerajaan Sriwijaya dan Majapahit misalnya, sudah dikenal konsep birokrasi serta pembagian tugas. Namun demikian, raja masih dianggap yang paling berkuasa dan menentukan.
Pada masa pemerintahan Hindia Belanda, seseorang dapat menduduki jabatan pegawai pemerintahan Hindia Belanda harus menjalani magang (pengabdian yang belum digaji) kepada seorang priyayi atasan/pejabat. Dari magang tersebut terjadi hubungan patron-klien, di mana para pemagang akan sabar menunggu sampai diangkat sebagai pegawai, bila perlu mereka akan menjilat, cari muka, dan sebagainya.
Dalam masyarakat yang modern, yakni Indonesia pasca proklamasi, birokrasi menjadi suatu organisasi atau institusi yang penting. Penting karena secara umum dipahami bahwa salah satu institusi atau lembaga yang paling penting untuk membentuk negara adalah pemerintah, sedangkan personifikasi pemerintah itu sendiri adalah perangkat birokrasinya (birokrat).
Selanjutnya era Orde Baru, birokrasi memainkan peranan yang sangat sentral. Karena dominannya peran birokrasi, maka partisipasi masyarakat terasa kurang berakar atau menjadi “pelengkap” saja. Akibatnya, segala sesuatu saat itu terkesan lamban, kaku, dan tertutup.
Di era reformasi, demokrasi yang merupakan bentuk pemerintahan yang dicita-citakan di seluruh dunia mulai tumbuh di Indonesia. Seiring dengan itu, birokrasi yang memiliki berbagai macam dasar moral di dalamnya, seperti keyakinan akan nilai dan martabat manusia, kebebasan manusia, adanya aturan hukum yang pasti, asas musyawarah, dan prinsip perbaikan juga mulai tumbuh.

Namun, sifat-sifat dan pemahaman negatif di zaman sebelumnya, seperti lamban, kaku, tertutup, dan koruptif masih tetap tertinggal. Buktinya, seperti disebutkan di atas, birokrasi Indonesia ditempatkan oleh survei PERC sebagai yang terburuk kedua di Asia. Indikasi buruknya birokrasi di Indonesia ini juga ditemukan IFC (International Finance Corporation), terutama dalam kemudahan berusaha seperti membuka usaha, mendaftarkan properti, mengakses pinjaman, pembayaran pajak, hingga kepatutan terhadap kontrak kerja.
Menurut PERC, birokrasi di Indonesia tidak efektif, berbelit-belit, dan rawan korupsi. Secara keseluruhan, hasil survei itu menunjukkan Singapura dan Hong Kong sebagai negara dengan sistem birokrasi yang paling efisien di Asia. Kemudian berturut-turut di bawahnya, Thailand, Korea Selatan, Jepang, Taiwan, Malaysia, China, Vietnam, Filipina, Indonesia, dan India (9,41).
Kegagalan tersebut menurut PERC, selain Indonesia belum bisa meningkatkan efisiensi birokrasi, juga kegagalan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam menggulirkan reformasi birokrasi yang harus dibayar mahal dengan pengunduran diri Menkeu Sri Mulyani Indrawati.
Menanggapi predikat tersebut pemerintah sendiri mengakui telah gagal mereformasi birokrasi. Bahkan, Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi mengusulkan pemangkasan birokrasi dan revisi UU No 32/2004 tentang Pemerintah Daerah.
Dari segi ekonomi, pengamat ilmu administrasi negara yang juga guru besar FISIP UI Eko Prasodjo seperti dilaporkan harian Media Indonesia (10/6/2010) memperkirakan, Indonesia mengalami kerugian sekitar 30% dari APBN dan APBD setiap tahun akibat buruknya manajemen birokrasi. Dia mengaku tidak heran pada hasil survei PERC tersebut.
Pendapat lebih tegas disampaikan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD. Menurutnya, semua presiden Indonesia gagal mereformasi birokrasi. “Semua presiden gagal menepati janjinya dalam memperbaiki birokrasi,” ujarnya. Kegagalan tersebut menurutnya, karena instansi-instansi yang ada masih terbelenggu masa lalu.
Melihat persoalan birokrasi sekarang ini, maka jika birokrasi sebagai “alat pemerintah” yang bekerja untuk kepentingan rakyat berfungsi baik, birokrasi seharusnya berada dalam posisi netral. Kalaupun posisi itu tidak dapat sepenuhnya dicapai, paling tidak birokrasi semestinya mempunyai kemandirian sebagai lembaga yang tetap tegak membela kepentingan umum yang lebih meningkatkan diri sebagai “abdi masyarakat”.
Sejalan dengan itu, Indonesia harus membangun birokrasinya terlebih dahulu sebelum pembangunan ekonomi dan politik, karena birokrasi merupakan kekuatan utama untuk melaksanakan pembangunan lainnya. Dengan hasil survei PERC baru-baru ini, bangsa ini pun diharapkan bisa tersadarkan bahwa penyakit menahun itu masih ada di hadapan dan perlu pengobatan. (BeritaIndonesia)

Monday, September 12, 2011

Lemahnya Infrastruktur Desa, Hambat Investasi




Menurunnya daya saing di Indonesia lebih disebabkan melemahnya pembangunan infrastruktur di daerah-daerah dan belum meratanya pembangunan infrastruktur di berbagai daerah dan desa, seperti pembangunan jalan yang belum merata di pelosok pedesaan di Indonesia, dan di bidang instansi inilah yang paling menghambat para investor. Untuk jangka panjang, jika masalah infratruktur ini tidak diselesaikan maka akan menghambat datangnya investor ke Indonesia.

Seperti diberitakan Global Competitiveness Report 2011-2012 yang dikeluarkan World Ekonomic Forum, peringkat daya saing Indonesia turun dari peringakat ke 44 pada 2010 menjadi 46 tahun ini dari 142 negera.

Meski mengalami penurunan, namun Indonesia tetap dianggap memiliki kinerja terbaik di antara negara berkembang di kawasan Asia, setelah Malaysia, China, mengalahkan India, Vietnam, Filipina. Hal itu dilatarbelakangi kondisi makro ekonomi yang membaik, meski mengalami kekhawatiran terhadap inflasi.

Kebijakan fiskal yang sehat membawa defisit anggaran dan angka utang publik menurun di tingkat yang rendah. Hal ini memberikan kontribusi bagi peningkatan rating negara. Untuk kondisi makro ekonomi ini, Indonesia berada di peringkat 23 (naik pesat dibanding kondisi 2007 dengan peringkat 89).

Kondisi ini juga berdampak bagi kualitas infrastruktur, meski dianggap masih rendah (peringkat 76 yang mengalami kenaikan 6 tingkat). Belum adanya pembangunan fasilitas lainnya, dan tidak menunjukkan adanya tanda kemajuan ini cukup mengkhawatirkan (peringkat 103 atau turun 7 tingkat, dengan skor 3,6). Selain itu, kondisi pasokan listrik juga masih tidak dapat diandalkan (peringkat 89).

Sementara itu, penilaian institusi publik juga menurun 10 tingkat menjadi peringkat 71. Pemerintah saat ini tengah mengatasi isu korupsi, suap. Isu ini masih dianggap menjadi faktor bermasalah dalam melakukan bisnis di tanah air.

Untuk meningkatkan daya saing, Indonesia perlu melakukan efisiensi tenaga kerja (peringkat 94), dan meningkatkan kesiapan teknologi (peringkat 94) yang masih lamban. 



Friday, September 9, 2011

Bank Mandiri Salurkan Kredit Perkebunan Rp2,23 Triliun



PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) menuturkan Kredit Pengembangan Energi Nabati dan Revitalisasi Perkebunan (KPEN-RP) mencapai Rp2,23 triliun hingga April 2011 lalu. Kredit itu disalurkan kepada 43 koperasi dengan jumlah petani mencapai 28.545 orang dan luasan area kebun 55.987 hektare.

"Penyaluran KPEN-RP tersebut tumbuh 17,99 persen dari penyaluran pada April tahun lalu sebesar Rp1,89 triliun," kata Direktur Commercial and Business Banking Bank Mandiri Sunarso dalam keterangan tertulisnya kepadaokezone di Jakarta, Senin (30/5/2011).

Kredit Pengembangan Energi Nabati dan Revitalisasi Perkebunan merupakan kredit untuk tujuan investasi yang diberikan dalam rangka mendukung pelaksanaan Program Pengembangan Tanaman Bahan Bakar Nabati dan Program Revitalisasi Perkebunan yang mendapatkan subsidi bunga dari pemerintah.

Bank Mandiri juga kembali menyalurkan KPEN-RP kepada 936 petani kebun kelapa sawit melalui tiga koperasi di bawah binaan PT Global Kalimantan Makmur dan PT Semai Lestari, yaitu Koperasi Kebun Tuah Buno, Koperasi Kebun Lanta Lomour, dan Koperasi Kebun Bupulu Lomour.

Kredit yang disalurkan senilai Rp147,087 Miliar untuk pembiayaan kebun kelapa sawit di wilayah Sanggau, Kalimantan Barat seluas 3.600 hektar. Khusus untuk sektor perkebunan, tahun ini Bank Mandiri memiliki pipeline untuk skim KPEN-RP sebesar Rp2,64 triliun dan skim komersial sebesar Rp2,00 triliun.

Penandatanganan perjanjian kredit dilakukan oleh Mandiri Business Banking Centre Manager Pontianak Jaka Miranda dengan pengurus Koperasi Kebun Tuah Buno, Koperasi Kebun Lanta Lomour, dan Koperasi Kebun Bupulu Lomour.

Bank Mandiri telah menyalurkan kredit dengan skim KPEN-RP kepada petani di seluruh Indonesia sejak 2007. Secara keseluruhan, portofolio kredit perkebunan plasma Bank Mandiri, baik yang menggunakan skim KPEN-RP maupun skim komersial, telah mencapai Rp.4.98 triliun kepada 148 koperasi dengan jumlah petani sebanyak 108.279 orang dan luasan areal kebun sebesar  205.038 hektare.(Widi Agustian) 

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More