Hancurnya Sumber Penghidupan Masyarakat

Tanah dan kekayaan alam bagi kaum tani merupakan sarana produksi utama. Dari hasil kerjanya kaum tani untuk menghasilkan kebutuhan untuk penghidupannya. Bagi masyarakat Kalimantan Barat ketergantungan penghidupan ekonomi dari tanah dan kekayaan alam berupa hutan

Tidak Ada Pemulihan,Hutan Indonesia akan Hancur

Pada tahun 1950, Luas Hutan indonesia masih menutupi 80 % daratan Indonesia, dengan luas 162.290.000 Hektar, dan sampai hari ini grafik kerusakannya semakin meningkat. Tahun 1999 Kepentingan Perubahan kawasan hutan untuk pertambangan mulai muncul menyusul sejak keluarnya izin tambang dalam kawasan hutan, dimana saat itu luas izin tambang dalam kawsan hutan

Memajukan Desa Tertinggal

Dalam catatan sejarah, bangsa Indonesia secara legal formal telah merdeka lebih dari setengah abad. Pada bulan Agustus 2012 nanti, Indonesia telah memasuki usia kemerdekaanya yang ke-67.

Memberdayakan Kearifan Lokal Bagi Komunitas Adat Terpencil

Kearifan lokal adalah pandangan hidup dan ilmu pengetahuan serta berbagai strategi kehidupan yang berwujud aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat lokal dalam menjawab berbagai masalah dalam pemenuhan kebutuhan

Kesejahteraan Rakyat Acap Tersisihkan

Keberpihakan pemerintah mewujudkan kesejahteraan dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat cenderung makin pudar. Itu tercermin dalam penggunaan anggaran untuk kesejahteraan rakyat yang acap tersisihkan oleh kepentingan untuk memenuhi .

Monday, March 29, 2010

Friday, March 19, 2010

Izin Perusahaan Perkebunan Bermasalah Bakal Dicabut

Gubernur Kalbar Drs Cornelis MH, menegaskan bakal mencabut izin perusahaan perkebunan yang bermasalah. Hal tersebut lantaran adanya beberapa sengketa antara pihak perusahaan dengan warga karena diduga telah menyerobot tanah-tanah milik warga. “Kalau memang terjadi kenapa tidak. Memangnya dia (perusahaan sawit yang bermasalah, red) Tuhan, bahkan bisa dicabut atau dihukum kalau perlu,” tegas Gubernur Cornelis.Dikatakan Gubernur Cornelis persoalan itu terjadi karena pihak perusahaan belum memenuhi izin-izin lainnya, termasuk bersosialisasi dengan masyarakat. Meski izin lokasi telah diberikan kepada pihak perusahaan.

“Bupati memberikan izin lokasi misalnya. Sebenarnya izin-izin lain harus dilaksanakan. Belum ini terpenuhi, belum dia sosialisasi mereka sudah main tancap, maunya main mudah saja. akhirnya semua beban menjadi beban pemerintah,” paparnya.

Meski demikian, ia juga mengatakan permasalahan yang menyangkut Tanah Adat tidak jelas. Kesulitannya terletak pada implementasinya, walaupun dalam undang-undang agraria tanah adat diakui. Terlebih sebidang tanah adat biasanya dimiliki oleh banyak orang.

Terkait legal atau tidaknya hukum adat, ia menilai hukum adat sama halnya dengan hukum perdata.

Hukum adat, kata dia, tidak memiliki kekuatan untuk memaksa. Selain itu, hukum adat juga tidak boleh bertentangan dengan undang-undang. Menurutnya Hukum Adat tidak bisa dipaksakan kepada orang lain.

“Siapa yang mau memaksanya. Alat untuk memaksanya apa. Kalau negara kan ada. Alat untuk memaksanya adalah polisi, sesuai dengan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), penuntut umumnya (jaksa, red) mewakili negara, dan hakim (yang) memutuskan,” paparnya.

Ia juga mengatakan setiap perkara tidak bisa serta-merta diselesaikan secara Hukum Adat. Menurutnya harus dilihat dulu perkara tersebut, perdata atau pidana. Jika menyangkut persoalan pidana tetap harus dilanjutkan, meskipun Hukum Adat sudah selesai.

Terkait boleh tidaknya Dewan Adat menghukum seseorang, Cornelis mengaku tak mengetahiu secara pasati. Pasalnya setiap suku memiliki banyak anak suku. Untuk suku Dayak sendiri terdapat 150 anak suku.

“Menurut Adat Dayak kami, dewan adat tidak dibenarkan. Yang menghukum itu adalah Temenggung. Kalau bahasa Adat Dayak kami di Landak, orang-orang pandai itu dikumpulkan, mereka musyawarah mufakat yang dikoordinir Temenggung. Tapi kalau Dayak lain saya tak tahu. Karena Dayak ini banyak ada 150 anak suku,” jelasnya. (EquatorNews 19/03/10)

Warga Mayan Datangi DPRD Sanggau




Beberapa warga Desa Mayan Kecamatan Noyan bertemu dengan komisi B DPRD di Sanggau guna mengadukan permasalahan yang mereka hadapi dengan PT. MKS. Mereka mengharapkan dengan adanya pembahasan ini, masalah - masalah yang mereka hadapi segera menemui titik terang penyelesaiannya. Dimana berita sebelumnya bahwa banyak tanah atau lahan kebun karet warga Mayan tergusur oleh pihak PT. MKS padahal tanah mereka tidak diserahkan ke pihak Perusahaan PT. MKS.

Wednesday, March 10, 2010

Noyan Pada Malam hari Seperti Kota Tak Berpenghuni

Ini diakibatkan sudah hampir 2 tahun belakangan ini lampu jalan di Noyan sudah tidak ada satupun yang menyala pada malam hari, dan hal ini sudah diberitahukan oleh masyarakat ke petugas PLN, tapi tanggapan mereka (PLN) katanya Pemda lah yang bertanggung jawab atas lampu penerangan jalan tersebut. Menurut seorang Pemuda Noyan, Pihak PLN mau memperbaiki lampu jalan tersebut asal ada perintah dari pihak Pemda, ujarnya. Hal ini juga sudah dilaporkan kepada pihak Camat Noyan tapi sampai saat ini belum ada tanggapan dan penyelesaian. Apakah hal ini pihak Pemda belum mengetahuinya dan apakah tidak ada yang melaporkan ke Pemda Kabupaten ? mungkin ini bisa terjadi dan mungkin saja sudah mengetahui tapi pura-pura tidak tahu. Sehingga kalau malam hari tiba Noyan seperti bukan Kota Kecamatan melainkan layaknya seperti Pelaman (Desa kecil yang jauh di pedalaman). Masyarakat Noyan mengharapkan kepada pihak PLN dan Pemda untuk segera memperbaiki lampu-lampu jalan yang sudah rusak atau sudah tidak menyala lagi. Bagaimana masyarakat merasakan kesejahteraan jika hal seperti ini Pemerintah tidak mampu mengatasinya.

Thursday, March 4, 2010

Fenomena Perkebunan Sawit vs Peningkatan Kesejahteraan Rakyat

Pada saat ini masyarakat Kalimantan Barat setiap hari harus berhadapan langsung dengan akibat dari masalah kemiskinan dan pengangguran sehingga sangatlah rentan terhadap perubahan ekonomi, bencana alam, wabah penyakit dan lain-lain, sehingga upaya penyejahteraan masyarakat melalui cara yang efisien dalam waktu yang relatif singkat adalah hal yang sangat mendesak. Usaha tersebut akan lebih efektif apabila dilaksanakan dengan peran serta aktif dari masyarakat itu sendiri, pertama-tama tentunya dengan memberikan pengertian kepada masyarakat agar mau berupaya untuk terbuka untuk melihat dan mencoba berbagai alternatif yang dapat digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan mereka sendiri sesuai dengan potensi yang ada pada mereka dan lingkungan di sekitar mereka.

Memang seiring dengan waktu yang berjalan ada banyak sekali program Pemerintah yang mempunyai niat positif baik yang bersifat tetap maupun temporer ataupun yang bersifat sebagai stimulus ataupun charity (pemberian cuma-cuma) dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat khususnya masyarakat miskin pada daerah terpencil ataupun tertinggal. Namun sampai pada saat ini belum pernah dilaksanakan audit yang dipublikasikan secara luas mengenai performance dari program-program bantuan tersebut, apakah telah berhasil mencapai objektif ataupun milestone dari program itu sendiri. Karena itu tidak jarang kita melihat bahwa tingkat keberhasilan dari suatu program pemerintah selalu menjadi perdebatan di tingkat public, elit politik maupun akademisi, karena hasilnya selalu ditinjau dari analisa kualitatif berdasarkan parameter yang tidak jelas.

Dengan begitu banyaknya ijin lahan untuk usaha perkebunan di Kalimantan Barat mulai dari informasi lahan sampai dengan yang sudah HGU (297 perusahaan dengan luasan 4.376.994 ha tahun 2009 atau hampir 3 kali lipat dari target pemerintah provinsi), ternyata dalam rentang waktu 20 tahun baru tertanam sekitar 350.000-500.000 ha (± 8 - 11% dari total luasan), jumlah tersebut sangatlah fantastis (cenderung mengerikan) karena terdapat jurang (spread) yang sangat besar antara laju penambahan ijin dengan implementasi di lapangan dan tentunya akan sangat menarik apabila dilakukan penelitian secara eksak mengenai fenomena tersebut dikorelasikan dengan kesejahteraan masyarakat pada lokasi tersebut ataupun terhadap kesejahteraan Kalimantan Barat pada umumnya.

Kedatangan investor yang berpengalaman (bukan makelar lahan) dalam usaha memajukan subsektor perkebunan di suatu daerah memang sangat diperlukan dan secara positif sangat gigih diperjuangkan Pemerintah karena mengharapkan akselerasi pembangunan ekonomi yang cepat dan “sederhana”, namun usaha tersebut perlu dilaksanakan secara terukur dan selektif karena dampak yang akan timbul sangatlah luas. Investor perkebunan cenderung membutuhkan lahan yang relatif luas (6000 – 100.000 Ha) dengan system penanaman monokultur yang tentu saja sangat berpengaruh pada masyarakat dan lingkungan di sekitarnya. Dengan memberikan ijin kepada investor tersebut (biasanya selama 25-35 Tahun dan dapat diperpanjang) maka secara tidak langsung pemerintah menyerahkan secara penuh faktor masyarakat dan faktor ekologi pada luasan lahan tersebut. Hal ini diperparah dengan munculnya investor fiktif (makelar lahan) yang bekerja secara sistemik dalam penguasaan lahan (penguasaan IUP dan Ijin Lokasi) pada saat mulai bergairahnya kembali sektor perkebunan sekitar 14 (empat belas) tahun yang lalu. Hal tersebut sangatlah terlihat dari begitu banyaknya penawaran take over perusahaan pada bursa penjualan IUP, Ijin lokasi ataupun yang sudah HGU yang ditawarkan beserta aset kebun seadanya dengan harga fantastis. Peran para makelar tersebut sangatlah menghambat iklim investasi perkebunan dengan menambah beban waktu dan biaya yang diperlukan dalam investasi serta secara langsung menimbulkan antipati dan ketidak percayaan masyarakat pada niat baik investor yang profesional.

Akselerasi tingkat kesejahteraan yang ideal tidak akan dapat dicapai dengan cara mengundang sebanyak mungkin investor perkebunan besar baik itu berbentuk BUMN, PBSN dan PBSA karena Kesejahteraan masyarakat, ekologi dan sosial budaya bukanlah prioritas utama dari badan-badan usaha tersebut. Pada kasus-kasus sebelumnya para Investor dan Pemerintah Daerah hanya menanggapi masyarakat sebagai atribut dan bukan sebagai faktor yang menentukan sukses tidaknya suatu investasi bahkan menganggap masyarakat sebagai kendala dalam investasi yang harus diatasi dengan berbagai strategi (baik secara ilmiah terstruktur ataupun praktis). Pada awalnya cara-cara tersebut sepertinya berjalan dengan baik namun ternyata menimbun banyak masalah potensial yang akan muncul dikemudian hari.

Dengan melihat fenomena yang timbul pada saat ini diantaranya konflik antara masyarakat dengan pihak investor, tumpang tindihnya alokasi lahan perkebunan (antar sesama investor, investor vs masyarakat, investor vs pemerintah), banyaknya ijin yang harus dievaluasi bahkan dicabut dan lain-lain, sampai pada akhirnya timbul masalah (konflik) besar sebagai akumulasi dari berbagai masalah-masalah masyarakat dan lingkungan yang diabaikan.
Terlalu riskan untuk menyerahkan kesejahteraan masyarakat kita di tangan investor skala besar tersebut, contohnya kasus salah satu PIR trans di ketapang yang berlangsung berlarut-larut (bertahun-tahun) dengan berbagai macam masalah tanpa adanya solusi yang jelas sehingga potensi masyarakat kebun kita di sana menjadi sia-sia dan terjadilah pemiskinan massal dan kerusakan lingkungan yang meluas pada daerah tersebut. Harus diingat multiplayer efek yang selalu di “iklankan” tidak selalu mengarah pada hal yang positif, dan apabila terindikasi datangnya multiplayer efek yang trendnya cenderung negatif maka diharapkan pemerintah daerah harus segera bertindak cepat untuk mengatasinya, karena prestasi pemerintah bukan hanya dilihat dari kemampuannya mendatangkan investor tetapi lebih pada kemampuannya dalam mengelola resiko dari suatu keputusan.

Untuk mencapai Kalimantan Barat yang Sejahtera Bersama Perkebunan maka potensi dasar dari perkebunan itulah yang seharusnya menjadi fokus utama dari pemerintah yaitu masyarakat pekebun. Masyarakat pekebun adalah kumpulan individu yang pandangannya berorientasi pada sektor perkebunan yaitu masyarakat yang usahanya langsung maupun tidak langsung bersentuhan dengan sektor perkebunan. Sebagai fondasi dasar untuk membentuk masyarakat pekebun adalah dengan menciptakan sebanyak mungkin individu yang memiliki jiwa dan mental entrepreneurship dalam bidang agrobisnis yang ditunjang dengan modal dasar yang memadai; modal dasar yang dimaksudkan antara lain adalah pengetahuan tentang tata cara berkebun yang efisien, komoditas unggulan, peralatan, pengelolaan keuangan, sumber informasi terkini dan lain-lain.

Potensi terbesar dalam membentuk masyarakat pekebun yang apabila dilihat dari jumlahnya adalah masyarakat yang tinggal di daerah terpencil (tertinggal) biasanya disekitar areal Perusahaan perkebunan ataupun pertambangan, diikuti dengan pengangguran intelektual dan pengusaha menengah ke bawah. Untuk dapat menggali potensi tersebut diperlukan suatu komitmen yang kuat dari seluruh pihak terkait yang diformulasikan dalam suatu program yang dapat dijaga kontinuitasnya. karena masalah ini membutuhkan banyak energi, waktu dan biaya yang tidak sedikit. Langkah utama yang harus diperhatikan dalam membentuk masyarakat pekebun tentunya adalah menciptakan sebanyak mungkin Pengusaha Perkebunan Kecil Menengah yang terlibat langsung dalam pengolahan lahan perkebunan sebagai fondasi dasar.

Masyarakat yang tinggal pada daerah-daerah terpencil di provinsi Kalimantan Barat ini pada umumnya memiliki (menguasai) akses yang luas pada lahan tidur dan perkebunan kecil disekitar perkampungan mereka secara individu ataupun dalam suatu kelompok dalam luasan yang besar (2 – 100 ha), namun kelemahannya terletak pada masalah kepemilikan, legalitas, kemampuan pengelolaan, dan tidak jarang pada masalah financial. Untuk masalah kepemilikan diperlukan peran aktif dari masyarakat pekebun setempat untuk mengatur ulang tata guna lahan mereka sendiri dengan bantuan Pemerintah Daerah mengenai masalah legalitasnya, karena tentunya tidaklah mungkin membentuk suatu usaha perkebunan yang baik tanpa pengaturan kepemilikan, dan tata guna lahan secara bijak.

Tentu saja usaha ini akan sangat membutuhkan dukungan dari instansi-instansi terkait diantaranya untuk masalah infrastruktur, pendanaan dan informasi. Khusus untuk masalah pendanaan memang sangat diperlukan lembaga pendanaan terutama Bank yang spesifik berorientasi pada investasi pertanian skala kecil menengah, karena lembaga pendanaan yang ada pada saat ini baik berbentuk mikro ataupun korporasi lebih cenderung bersifat profit dan komersil.

Dengan alternatif tersebut di atas maka diharapkan terciptalah Masyarakat Pekebun yang handal dan sejahtera, meminimilasi tingkat pengangguran, meningkatnya jumlah UKM yang berhubungan dengan perkebunan dan tentu saja apabila dilaksanakan dengan komitmen yang kuat secara berkesinambungan maka peningkatan kesejahteraan masyarakat secara mandiri bukanlah suatu keniscayaan.

Tuesday, March 2, 2010

Membangun SDM dengan Iptek

Mungkin kita sudah melihat mencuatnya berita di media masa mengenai pindahnya sejumlah warga Indonesia ke negara tetangga. Berbagai pihak saling menyalahkan atas kejadian itu, sampai-sampai wartawan pun menjadi sasaran teguran keras petugas di dekat perbatasan karena dituduh sebagai provokator.

Kepindahan atau mobilitas penduduk menuju negara tetangga atau sebaliknya adalah hal biasa yang terjadi pada masyarakat di perbatasan sejak dahulu. Penyebabnya dapat karena dorongan atau motivasi budaya, sosial, maupun ekonomi. Mobilitas itu dapat bersifat sementara, namun ada pula yang bersifat permanen, misalnya penduduk yang bermigrasi menjadi warga negara tetangga sebagaimana disebutkan di atas.

Di Kalimantan Barat, ditinjau dari sisi keamanan perbatasan dan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), sering kali pasukan penjaga perbatasan menemukan kenyataan bahwa patok perbatasan telah bergeser atau hilang. Selain itu, di kawasan perbatasan terdapat banyak jalan tikus yaitu jalan untuk menuju negara tetangga tanpa melalui pos perbatasan lintas batas. Selanjutnya ditinjau dari sisi demografi sosial di perbatasan, mobilitas sering terkait dengan kegiatan ilegal termasuk penyelundupan, perdagangan barang haram, dan pembalakan liar yang menguntungkan pihak asing.

Tidak dapat diabaikan, di daerah perbatasan ini pada umumnya penduduknya miskin dengan tingkat pendidikan yang relatif rendah. Pada umumnya masyarakat yang kurang sejahtera akan lebih mudah dipengaruhi pihak lain. Bagaimanapun, dilihat dari perspektif pembangunan wilayah, wilayah perbatasan memiliki nilai strategis yang mendukung keberhasilan pembangunan nasional. Karakteristik kegiatan yang berlangsung di wilayah perbatasan ini, baik darat maupun laut mempunyai dampak penting bagi kedaulatan NKRI. Wilayah perbatasan dapat merupakan faktor pendorong bagi peningkatan kesejahteraan sosial ekonomi bagi masyarakat yang berada di sekitar perbatasan. Selain itu, memiliki keterkaitan yang dapat saling memengaruhi dengan kegiatan yang dilaksanakan di wilayah lainnya yang berbatasan dengan NKRI.

Hal penting lainnya adalah wilayah perbatasan itu mempunyai dampak terhadap kondisi pertahanan dan keamanan, baik pada skala regional maupun nasional. Dijelaskan,problem di Kabupaten Sanggau —(lihat Bappenas, rencana induk pengelolaan batas negara). Di sisi lain, dampak positif mobilitas pelintas batas, bagi pembangunan daerah, salah satunya adalah meningkatnya potensi kegiatan perdagangan di wilayah ini. Kegiatan perdagangan tersebut dapat meningkatkan kualitas penduduk dan pembangunan wilayah secara nyata (Aswatini, 1996). Untuk meningkatkan hal itu, masyarakat di pedalaman perlu memiliki akses ke pusat kegiatan tersebut dan upaya meningkatkan kualitas produk yang mereka hasilkan.

Pemetaan potensi sumber daya manusia dan sumber daya alam merupakan hal dasar yang perlu dilakukan sebelum proses pemberdayaan masyarakat dengan berbasis pengetahuan lokal dilakukan. Penanaman ide mengoleksi kekayaan adat dan pengetahuan di rumah adat mereka dan menjadikan rumah adat tersebut sebagai pusat pembelajaran masyarakat, pusat pengetahuan dan pendidikan, serta pengembangan pengetahuan lokal diasumsikan dapat mempercepat proses kemandirian masyarakat tersebut. Pola pemberian bantuan saja tanpa mendorong masyarakat untuk memiliki keinginan untuk maju akan menjadikan masyarakat menjadi bergantung pada bantuan.

Membangun SDM merupakan hal penting dan mendasar yang harus dilakukan dan melestarikan SDA yang menjadi tumpuan kehidupan mereka menjadi prasyarat penting bagi daerah Semongan. Kapasitas teknologi yang dibangun di kawasan itu berdasarkan kapasitas lokal dan penguatan pengetahuan yang telah mereka miliki diyakini dapat meningkatkan semangat masyarakat untuk maju dan mandiri.
Pembangunan di daerah itu yang melibatkan lebih dari 10 departemen dan kementrian yang dimotori Depsos perlu mendapat dukungan.

Terakhir, sumber daya manusia dan kemampuan untuk meningkatkan kapasitas ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) menjadi tumpuan kekuatan suatu bangsa. Sebagai ilustrasi adalah banyak negara yang minim sumber daya alam, namun karena SDM dan iptek yang dimiliki, mereka dapat bertahan dan bahkan menjadi lebih unggul daripada negara lain yang kaya akan sumber daya alam. Hal itu telah dibuktikan Korea, Jepang, dan China. Demikian juga Taiwan dan Vietnam mampu mengejar ketertinggalan mereka dari negara Barat. Kemajuan ekonomi mereka tumbuh berkat strategi dalam membangun kapasitas iptek dan SDM-nya.

Seni Ukir Desa Semongan Kurang Terekspos

Tidak seperti para pedagang lainnya yang aktif menawarkan barang dagangan kepada para pengunjung. Martinus Kinyu (49) Warga Desa Semongan Kecamatan Noyan Nampak lebih banyak diam, tapi dalam diamnya sesekali melihat pengunjung yang berjongkok di depan hamparan tikar pandan tempat tersusunnya ukiran-ukiran miliknya.
Ukiran berbentuk motif ular yang melingkar tampak di sebuah penutup teko, asbak berbentuk kepiting, kelelawar, kura-kura dan masih banyak lagi ada di hamparan tikar pandan itu. Semua ukiran milik Martinus terbuat dari kayu belian yang saat ini untuk memperolehnya. Meski sulit dan mahal harga kayu tidak membuat Martinus merasa terhalangi. Itu justru membuatnya merasa tertantang karena dengan demikian semakin membuat karyannya semakin ’berharga’.

“Ini kerajinan tangan berbahan dasar kayu belian dan bahannya adalah dari kayu yang tidak terpakai lagi,” ujar Martinus.

Kreatifitas dan kejeliannya membuat motif-motif ukiran terlihat dari hasil produksinya karena dalam satu jenis teko atau asbak memiliki bentuk ukiran dan relif yang berbeda-beda serta ukuran yang tidak sama besar tergantung dari besarnya bahan baku yang diperolehnya.

Selain dari bentuk, alat-alat yang dipergunakannya juga hasil kreasinya sendiri terutama pahat serta petik (seperti cangkul berukuran kecil) yang digunakan untuk mengorek kayu dibagian dalamnya sehingga dapat membentuk cekungan sesuai dengan betuk yang diinginkan.

”Ada 40 jenis pahat yang saya buat sendiri karena pahatnya tidak ada yang jual dipasar kalaupun ada sering kutang maksimal fungsinya,” jelasnya sambil menujukkan lubang hasil pahatan dalam sebuah teko yang memang nampak rapi dan sekilas dikerjakan dengan peralatan moderan karena hasilnya rapi dan halus.

Untuk satu set teko dengan enam buah cangkir yang masing-masing lengkap dengan tutupnya serta ditambah satu buah baki juga berasal dari kayu belian, Martinus menyelesaikannya dalam wakyu 24 hari karena kehati-hatian serta kerapihan dalam mengerjakan menjadi salah satu syarat untuk sebuah karya yang baik.

”Kayu belian cerewet sekali, terlalu keras kita memahatnya apalagi dalam kondisi kering bisa membuat retak bahkan pecah seperti cangkir-cangkir ini,” tambahnya sambul mengangkat sebuah cangkir seukuran gelas sloki bertangkai itu.

Tidak salah dan dirasa wajar bila Martinus meletakkan harga satu set teko dengan harga Rp 350.000 dan itupun masih saja sering ditawar hingga Rp200.000.

”Harganya menurut saya tidak mahal karena proses pembuatannya memakan waktu lama dan juga saya punya satu tenaga pembantu yang juga butuh biaya untuk mengajinya,”

Hasil karyanya ini memiliki keunikan yang tidak dimiliki para pengrajin dari Pulau Jawa, karena relif motif dalam hasil karyananya itu terinspirasi dari mimpi atau firasat yang membayang difikirannya bahkan juga dirinya sempat merefleksikan musim yang tengah terjadi saat Ia membuat satu buah karya.

Untuk pemasarannya Martinus dan pengembangan usaha kerajinannya itu belum mendapat perhatian yang cukup. Baik penyediaan bagan yang mudah, bantuan modal bahkan juga promosi yang dilakukan oleh pemerintah.

Namun menurutnya pada musim-musim tertentu untuk penjualan dia merasa tenang lantaran ada beberapa orang pembeli yang datang dari Malaysia untuk secara khusus membeli atau bahkan memesannya dalam jumlah banyak.

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More