Monday, December 15, 2014

Berjuang di Perbatasan demi NKRI meski Jadi "Anak Tiri"

Derita masyarakat di kawasan perbatasan Kecamatan Noyan dan Sekayam tidak pernah usai. Sejak Indonesia merdeka hingga hari ini, masyarakat yang berbatasan langsung dengan Serawak, Malaysia, itu masih tetap berjuang. 

Puluhan tahun mereka hidup dengan kondisi daerah yang gelap gulita. Meski sebagian warga sudah memiliki genset untuk alat penerangan, alat tersebut tetap tidak bisa dihidupkan semalaman lantaran harga bensin mencapai Rp 30.000 per liter.

"Tidak ada PLN masuk sampai sini karena kami jauh banyak bukit dan masuk ke hutan. Beberapa warga ada yang menggunakan genset, tapi tidak semua warga mampu membeli genset. Kalaupun ada genset, hanya hidup enam jam tiap malam karena bensinnya tekor," Ujar seorang warga perbatasan.

Menurut dia, masalah PLN tidak masuk ke daerah tersebut masih wajar. Namun, masalah komunikasi dan tidak adanya akses jalan yang bagus untuk menuju ke pedalaman daerah perbatasan tersebut. "Kalau PLN masih tidak apa-apa, tapi masalah komunikasi. Kami dijanji-janji pemerintah akan dibuatkan tower jaringan telekomunikasi. Tapi, sampai sekarang tidak ada kabarnya," ungkap warga perbatasan tersebut.

Kekesalan itulah yang membuat warga perbatasan berpikir untuk pindah ke Malaysia. Selain tidak diperhatikan, beberapa desa juga "dianaktirikan". "Ya mungkin seperti anak tiri, kami sudah sabar dan sudah terbiasa seperti ini," ujarnya

Pada zaman dahulu, nenek moyang suku Dayak  memperjuangkan dan menjaga tanah NKRI. Kali ini pun, masyarakat di perbatasan tetap setia menjaga kehormatan negara. 

"Nenek moyang kami yang mempertahankan tanah ini karena kata mereka kehormatan bangsa adalah dengan berperang menjaga tanah ini. Maka, sah-sah saja kalau sekarang masyarakat marah karena dianaktirikan," sebutnya.


Baca Juga !

0 comments:

Post a Comment

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More