|
Drs. Cornelis MH |
Kalimantan Barat secara hukum terbentuk pada 1 Januari 1957 dan resmi menjadi provinsi yang berdiri sendiri di Pulau Kalimantan, berdasarkan Undang-undang Nomor 25 tahun 1956, pada tanggal 7 Desember 1956. Namun sejak berdirinya provinsi kalimantan barat hingga tahun 2008. Fakta mengatakan baru dua orang putera Dayak yang menjadi Gubernur di provinsi ini. Ialah Johanes Chrissostomus Oevang Oeray yang menjabat Gubernur Kalimantan Barat pada periode 1960 – 1966 setelah melewati pemilihan umum yang paling demokratis dalam sejarah Indonesia sebelum masa Orde Baru berkuasa dan Drs. Cornelis MH yang terpilih menjadi Gubernur Kalimantan Barat periode 2008 - 2013 dan juga melewati pemilihan umum yang paling demokratis dalam sejarah Indonesia setelah masa Orde Baru berkuasa. Namun setelah J.C. Oevang Oeray dan sebelum Drs. Cornelis MH berkuasa menjadi Gubernur. Jabatan Gubernur adalah sebuah jabatan mimpi bagi masyarakat suku Dayak yang mencapai populasi 41% dari seluruh jumlah penduduk di Kalimantan Barat. Kalimantan Barat tercatat sejak berdiri hingga sekarang telah dipimpin sepuluh orang Gubernur yaitu :
1. Adji Pangeran Aflus (1957 - 1957).
2. Djenal Asikin Judadiberata (1958 - 1959).
3. Johanes Chrissostomus Oevang Oeray (1960 - 1966).
4. Kolonel.Soemadi Bc Hk (1967 - 1972).
5. Kolonel. Kadarusno (1972 - 1977).
6. Mayor Jenderal.(Purn) Soedjiman (1977 - 1978).
7. Brigadir Jenderal. Parjoko Suryokusumo (1987 - 1993).
8. Mayor Jenderal. H.A.Aswin (1993 - 2003).
9. H.Usman Ja'far (2003 - 2008).
10. Drs. Cornelis MH (2008 - 2013).
|
J.C. Oevang Oeray |
Mengapa Dayak selama pemerintahan Orde Baru tidak berkutik/mampu memimpin tanah tumpah darahnya sendiri. Banyak fakta yang terungkap bahwa Dayak di Kalimantan Barat termarjinalkan pada masa itu. Citra negatif selalu menjadi bahan yang sangat populer untuk menindas suku asli pulau kalimantan ini. Seperti perambah hutan, peladang berpindah, terbelakang, barbarian, biadap, primitif belum lagi pada semasa Orde Baru citra Dayak semakin di perparah dengan keterpurukan dan marjinalisasi politik, ekonomi dan budaya. Hingga pada akhirnya dayak mengamuk dan terjadilah perang etnis pada tahun 1997, 1999 di Sanggau Ledo, Sambas, Pontianakdan Sanggau, ini tidak lebih merupakan letupan eksistensi budaya yang tak pernah di beri ruang ekspresi. Permasalahan ekonomi, politk lebih merupakan dampak tidak berdayanya mereka menghadapi diskriminasi oleh sistem. Pemerintahan Indonesia, terutama pada saat rezim Orde Baru berkuasa, memperlakukan masyarakat Dayak sebagai objek bukan subjek yang harus di sertakan dalam memajukan/kemajuan pembangunan. Eksistensi mereka tidak diakui, di tanah mereka ditanami jutaan hektar sawit, perkebunan, legal logging dan berbagai program pemerintah lainnya. Pemerintah dikawal militer dengan represif merombak sistem budaya adat-istiadat dan kemasyarakatan untuk kemudian memaksakan berbagai program yang tak jelas manfaatnya untuk mereka.
Sampai pada akhirnya kekesalan suku ini melonjak, memberontak, melawan keterasingan di asingkan dari perpolitikan nasional. Perang (Kayau/Ngayau), mungkin cocoklah kata itu di populerkan saat sekarang ini. Dayak sudah muak termarjinalisasikan oleh pemerintahan pendatang di tanah tumpah darah Dayak sendiri. Maka ketika PILKADA akan dilaksanakan tahun 2007 lalu. Masyarakat Dayak berharap Gubernur yang terpilih sebagai pemimpin bukan lagi Orang Lain (Suku Pendatang) melainkan adalah suku Dayak, putera Dayak. Tak bisa ditepis keinginan kuat itu, naiknya seorang Dayak menjadi Gubernur adalah sebagai awal pengakuan terhadap eksistensi Dayak di tanah Dayak.
Seperti sudah terramalkan, Dayak memang menang dalam PILKADA tersebut. Dayak bersatu padu menyatukan kekuatan, kebulatan suara mendukung seorang Dayak yang dengan gagah berani mendobrak kekuatan marjinalisasi suku pendatang. Seorang putera Dayak yang telah mengemban amanat penting menjadi Bupati di kabupaten Landak selama dua periode. Dia berani maju untuk memperjuangkan Dayak menjadi nomor satu di Bumi Khatulistiwa. Menjadi Gubernur, seorang pemimpin baru suku Dayak pada pemerintahan Nasional. Kini, dimulai pada tahun 2008 Dayak mulai Ngayau kembali untuk merombak semua sistem yang dahulu pernah di perjuangkan J.C. Oevang Oeray. Melalui kepiawaian Drs. Cornelis MH melanjutkan kepemimpinan beliau memperjuangkan martabat orang dayak,suku dayak dan identitas Dayak. Selamat Berjuang untuk Pemimpin Nomor Satu kita di Kalimantan Barat.
Dan Mari kita dukung Drs. Cornelis MH dan Drs. Christiandy Sanjaya, SE.M.M. untuk melanjutkan memimpin Kalimantan Barat 2013 hingga 2018 pada Pemungutan suara 20 September 2012 nanti.
0 comments:
Post a Comment