SUKU Dayak mengenal berbagai macam senjata yang biasa digunakan untuk berburu dan berperang pada zaman dahulu, atau untuk kegunaan sehari-hari semisal di ladang. Misalnya sumpitan (sipet), mandau, lonjo (tombak), perisai (telawang), dan taji.
Ketua Dewan Adat Dayak mengungkapkan, senjata sumpitan merupakan senjata kebanggaan dan menjadi senjata utama bagi masyarakat Dayak. "Sebenarnya senjata utama suku Dayak itu bukan mandau," ujar Ketua Adat. "Kalau mandau hanya untuk memenggal kepala orang yang sudah mati, yang terjadi zaman dulu. Racun pada sumpitan ini sampai sekarang tidak ada penawarnya, entah kalau obat-obatan modern."
Senjata sumpit ini berupa buluh dari batang kayu bulat sepanjang 1,9 meter hingga 2,1 meter. Sumpit harus terbuat dari kayu keras seperti kayu ulin, tampang, lanan, berangbungkan, rasak, atau kayu plepek.
Diameter sumpit dua hingga tiga sentimeter yang berlubang di bagian tengahnya, dengan diameter lubang sekitar satu sentimeter. Lubang ini untuk memasukkan anak sumpit atau damek.
"Secara tradisional, kalau ingin tepat sasaran dan kuat bernapas, panjang sumpit harus sesuai dengan tinggi badan orang yang menggunakannya," tutur Ketua Adat.
Pembuatan sumpit dikerjakan dengan sangat cermat dan teliti oleh warga Dayak. Hampir semua subetnis Dayak menggunakan sumpit, namun yang sangat terkenal lihai membuat sumpit, antara lain subetnis Dayak Ot Danom, Apu Kayan, Punan, Pasir, Ot, Siang dan Dayak Bahau. Hal ini berkaitan dengan jenis-jenis kayu terbaik untuk sumpit yang ada di sekitar permukiman mereka.
Cara pembuatan sumpit, kayu keras semisal ulin yang masih berbentuk balok berukuran 10 x 10 sentimeter dengan panjang yang telah ditentukan digantung secara vertikal di suatu tempat. Kemudian bagian bawah balok itu dibor ke arah atas.
"Tujuannya agar sisa pengeboran itu langsung jatuh ke tanah. Jadi, tidak perlu repot membersihkan lubang pemboran, dan biasanya dengan cara ini hasil pengeboran lebih lurus," papar Ketau Adat.
Setelah selesai dibor, balok yang sudah berlubang itu diraut (dibubut) sehingga berbentuk bulat seperti pipa. Setelah itu baru ditempeli asesoris.
Bagian pangkal sumpit biasanya lebih besar dibanding dengan moncong sumpit. Di bagian ujung moncong dipasangi mata tombak terbuat dari besi atau batu gunung yang disebut sangkoh. Kegunaan sangkoh ini untuk cadangan senjata saat binatang buruan yang sudah terluka dan belum mati ternyata berbalik menyerang penyumpit yang belum sempat mengisi kembali anak sumpit.
Sangkoh diikatkan dengan erat di ujung sumpit dengan menggunakan tali rotan. Selain sangkoh yang panjangnya sekitar 15 sentimeter, di ujung sumpit terdapat besi berukuran sekitar dua sentimeter yang digunakan sebagai alat bantu pembidik. Kedua alat ini ditempatkan saling berseberangan di ujung moncong sumpit.
Bagian yang paling penting dari sumpitan, selain batang sumpit, yaitu pelurunya atau anak sumpitnya. Anak sumpit, disebut juga damek. Ujung anak sumpit runcing, sedang bagian pangkal belakang ada semacam gabus dari sejenis dahan pohon agar anak sumpit melayang saat menuju sasaran. Untuk keperluan lomba, damek tidak diberi racun seperti anak sumpit untuk berburu. Anak sumpit untuk berperang atau berburu biasanya diberikan keratan sepanjang sekitar tiga sentimeter di ujung anak sumpit dengan maksud ujung tersebut patah dan tertinggal dalam tubuh buruan hingga racun lebih cepat bekerja.
Untuk menaruh anak sumpit tersedia wadah khusus yang disebut telep. Terbuat dari satu ruas bambu yang diukir dan diikat rotan serta diberi tutup, sebuah telep bisa menyimpan sekitar 50-100 anak sumpit.
Racun damek oleh subetnis Dayak Lundayeh disebut parir. Racun yang sangat mematikan ini merupakan campuran dari berbagi getah pohon, ramuan tumbuhan serta bisa binatang seperti ular dan kalajengking.
Getah pohon yang digunakan untuk racun di antaranya getah kayu ipuh, kayu siren, atau upas, dicampur dengan getah kayu uwi ara, atau getah toba. Bisa binatang, seperti ular, akan menguatkan efek racun ini. Menurut Ketua Adat, hingga sekarang ini belum ada penawar untuk racun anak sumpit yang sudah masuk ke pembuluh darah. "Di lingkungan masyarakat Dayak memang belum dikenal adanya penawar racun sumpit," tuturnya.
Anehnya, meskipun sangat beracun, daging binatang buruan aman untuk dimakan. "Berburu kan dagingnya untuk dimakan. Akan tetapi, meskipun racun sumpit sangat kuat, kita aman saja makan daging binatang buruan tersebut, bahkan kalau kita menjilat racun itu sebenarnya tidak apa-apa," ujar Ketua Adat. Meski demikian, kalau racun damek itu langsung masuk ke darah, manusia atau semua binatang akan segera mati. "Kecuali ayam. Kami juga tidak tahu kenapa ayam tidak mati oleh racun tersebut,"
Jika akan digunakan untuk berburu atau berperang, harus dijauhkan dari unsur bau-bauan "kota", misalnya bau minyak wangi atau parfum, sabun, sampo, dan sejenisnya. Juga termasuk bau bawang. Pasalnya, begitu kena bau-bauan tersebut, keampuhan racun anak sumpit ini akan berkurang, atau bahkan hilang.
SELAIN beracun, kelebihan yang dimiliki senjata ini, dibandingkan dengan senjata khas Dayak lainnya, yakni kemampuan mengenai sasaran dalam jarak yang relatif jauh. Jarak efektif bisa mencapai puluhan meter, tergantung kemampuan si penyumpit. Selain itu, senjata ini juga tidak menimbulkan bunyi. Unsur senyap ini sangat penting saat mengincar musuh maupun binatang buruan yang sedang lengah.
Ada teknik-teknik tertentu dan diperlukan latihan agar seseorang bisa mahir dan pintar berburu menggunakan sumpit. Cara mengambil napas dan posisi badan juga harus diperhatikan.
Ada sejumlah posisi menyumpit, namun yang lazim dengan berdiri atau dengan jongkok. Cara mengatur pernapasan juga harus diperhatikan agar sasaran bisa terkena dengan tepat.
Senjata sumpit ini berupa buluh dari batang kayu bulat sepanjang 1,9 meter hingga 2,1 meter. Sumpit harus terbuat dari kayu keras seperti kayu ulin, tampang, lanan, berangbungkan, rasak, atau kayu plepek.
Diameter sumpit dua hingga tiga sentimeter yang berlubang di bagian tengahnya, dengan diameter lubang sekitar satu sentimeter. Lubang ini untuk memasukkan anak sumpit atau damek.
"Secara tradisional, kalau ingin tepat sasaran dan kuat bernapas, panjang sumpit harus sesuai dengan tinggi badan orang yang menggunakannya," tutur Ketua Adat.
Pembuatan sumpit dikerjakan dengan sangat cermat dan teliti oleh warga Dayak. Hampir semua subetnis Dayak menggunakan sumpit, namun yang sangat terkenal lihai membuat sumpit, antara lain subetnis Dayak Ot Danom, Apu Kayan, Punan, Pasir, Ot, Siang dan Dayak Bahau. Hal ini berkaitan dengan jenis-jenis kayu terbaik untuk sumpit yang ada di sekitar permukiman mereka.
Cara pembuatan sumpit, kayu keras semisal ulin yang masih berbentuk balok berukuran 10 x 10 sentimeter dengan panjang yang telah ditentukan digantung secara vertikal di suatu tempat. Kemudian bagian bawah balok itu dibor ke arah atas.
"Tujuannya agar sisa pengeboran itu langsung jatuh ke tanah. Jadi, tidak perlu repot membersihkan lubang pemboran, dan biasanya dengan cara ini hasil pengeboran lebih lurus," papar Ketau Adat.
Setelah selesai dibor, balok yang sudah berlubang itu diraut (dibubut) sehingga berbentuk bulat seperti pipa. Setelah itu baru ditempeli asesoris.
Bagian pangkal sumpit biasanya lebih besar dibanding dengan moncong sumpit. Di bagian ujung moncong dipasangi mata tombak terbuat dari besi atau batu gunung yang disebut sangkoh. Kegunaan sangkoh ini untuk cadangan senjata saat binatang buruan yang sudah terluka dan belum mati ternyata berbalik menyerang penyumpit yang belum sempat mengisi kembali anak sumpit.
Sangkoh diikatkan dengan erat di ujung sumpit dengan menggunakan tali rotan. Selain sangkoh yang panjangnya sekitar 15 sentimeter, di ujung sumpit terdapat besi berukuran sekitar dua sentimeter yang digunakan sebagai alat bantu pembidik. Kedua alat ini ditempatkan saling berseberangan di ujung moncong sumpit.
Bagian yang paling penting dari sumpitan, selain batang sumpit, yaitu pelurunya atau anak sumpitnya. Anak sumpit, disebut juga damek. Ujung anak sumpit runcing, sedang bagian pangkal belakang ada semacam gabus dari sejenis dahan pohon agar anak sumpit melayang saat menuju sasaran. Untuk keperluan lomba, damek tidak diberi racun seperti anak sumpit untuk berburu. Anak sumpit untuk berperang atau berburu biasanya diberikan keratan sepanjang sekitar tiga sentimeter di ujung anak sumpit dengan maksud ujung tersebut patah dan tertinggal dalam tubuh buruan hingga racun lebih cepat bekerja.
Untuk menaruh anak sumpit tersedia wadah khusus yang disebut telep. Terbuat dari satu ruas bambu yang diukir dan diikat rotan serta diberi tutup, sebuah telep bisa menyimpan sekitar 50-100 anak sumpit.
Racun damek oleh subetnis Dayak Lundayeh disebut parir. Racun yang sangat mematikan ini merupakan campuran dari berbagi getah pohon, ramuan tumbuhan serta bisa binatang seperti ular dan kalajengking.
Getah pohon yang digunakan untuk racun di antaranya getah kayu ipuh, kayu siren, atau upas, dicampur dengan getah kayu uwi ara, atau getah toba. Bisa binatang, seperti ular, akan menguatkan efek racun ini. Menurut Ketua Adat, hingga sekarang ini belum ada penawar untuk racun anak sumpit yang sudah masuk ke pembuluh darah. "Di lingkungan masyarakat Dayak memang belum dikenal adanya penawar racun sumpit," tuturnya.
Anehnya, meskipun sangat beracun, daging binatang buruan aman untuk dimakan. "Berburu kan dagingnya untuk dimakan. Akan tetapi, meskipun racun sumpit sangat kuat, kita aman saja makan daging binatang buruan tersebut, bahkan kalau kita menjilat racun itu sebenarnya tidak apa-apa," ujar Ketua Adat. Meski demikian, kalau racun damek itu langsung masuk ke darah, manusia atau semua binatang akan segera mati. "Kecuali ayam. Kami juga tidak tahu kenapa ayam tidak mati oleh racun tersebut,"
Jika akan digunakan untuk berburu atau berperang, harus dijauhkan dari unsur bau-bauan "kota", misalnya bau minyak wangi atau parfum, sabun, sampo, dan sejenisnya. Juga termasuk bau bawang. Pasalnya, begitu kena bau-bauan tersebut, keampuhan racun anak sumpit ini akan berkurang, atau bahkan hilang.
SELAIN beracun, kelebihan yang dimiliki senjata ini, dibandingkan dengan senjata khas Dayak lainnya, yakni kemampuan mengenai sasaran dalam jarak yang relatif jauh. Jarak efektif bisa mencapai puluhan meter, tergantung kemampuan si penyumpit. Selain itu, senjata ini juga tidak menimbulkan bunyi. Unsur senyap ini sangat penting saat mengincar musuh maupun binatang buruan yang sedang lengah.
Ada teknik-teknik tertentu dan diperlukan latihan agar seseorang bisa mahir dan pintar berburu menggunakan sumpit. Cara mengambil napas dan posisi badan juga harus diperhatikan.
Ada sejumlah posisi menyumpit, namun yang lazim dengan berdiri atau dengan jongkok. Cara mengatur pernapasan juga harus diperhatikan agar sasaran bisa terkena dengan tepat.
Cara memegang sumpit yang benar, kedua telapak tangan harus menghadap ke atas. Dua telapak tangan itu sebaiknya berdekatan atau bersentuhan. Selain kegunaan berburu dan berperang, kegunaan lain sumpit adalah untuk upacara adat atau sebagai mas kawin dalam pernikahan adat Dayak. "Saat bertunangan, senjata sumpit ini juga bisa digunakan sebagai mas kawin," kata Ketua Adat.
1 comments:
kalo ga salah sumpit ini juga sering digunakan melawan penjajah Belanda ya, bener ngga...?
Post a Comment