Mandau, senjata tajam sejenis parang, merupakan salah satu kekayaan budaya Dayak di Kalimantan. Kedudukannya hampir serupa dengan keris bagi masyarakat Jawa atau rencong bagi warga Nanggroe Aceh Darussalam. Saat ini mandau juga disukai banyak warga dari luar Kalimantan.
Masyarakat sering kali rancu dalam membedakan mandau dengan parang (warga setempat terkadang menyebutnya sebagai bai). Sepintas, kedua peranti tajam tersebut tampak mirip.
Bedanya, parang atau ambang terbuat dari besi biasa dan tidak dilengkapi hiasan berupa ukiran. Bentuknya relatif sederhana tanpa pernak-pernik, mengingat kegunaannya melulu sebagai alat potong dan tebas ketika yang bersangkutan masuk-keluar hutan.
"Kalau mandau, ada bentuk ukir-ukiran di bagian bilahnya yang tidak tajam. Sering kali juga ada tambahan lubang-lubang di bilahnya, yang ditutup dengan tembaga atau kuningan sehingga makin indah dipandang," ungkap seorang pengrajin mandau dan parang.
Gagang mandau asli kebanyakan terbuat dari tanduk rusa dan berukir, dengan motif yang elok. Ditambah dengan bulu binatang atau rambut manusia yang dilekatkan di pangkal gagang, makin gagahlah tampilan senjata khas Dayak itu.
Mandau dilengkapi dengan sarua (sarung yang terbuat dari kayu, dan lazimnya juga dihias dengan ukiran). Di sarua itu terikat pula semacam kantong yang terbuat dari kulit kayu berisi pisau penyerut dan kayu gading yang diyakini dapat menolak binatang buas. Ketika masuk-keluar hutan, mandau yang tersarungkan dalam sarua biasanya diikatkan di pinggang dengan jalinan rotan.
0 comments:
Post a Comment