Tragis lagi, 125 daerah memiliki beban belanja lebih dari 60 persen APBD-nya. Akibatnya, pembangunan infrastruktur jalan di tempat. Namun timbul pertanyaan, apa benar dengan dipotongnya anggaran untuk birokrasi yang jumlahnya 4,7 juta PNS, moratorium itu sendiri lantas memberi jalan mulusnya reformasi birokrasi.
Di banyak tempat, terbukti statitiska tak berjalan linear dengan etos dan prestasi kerja. Yang mengemuka, birokrasi kerap malfungsi dalam mengabdi masyarakat karena ia menjadi bagian dari mesin korupsi.
Birokrasi makin miskin kinerja, selain didera korupsi juga disandera fragmentasi para politisi. Netralitas pegawai negeri makin langka menjelang pilkada dan independensinya makin diragukan saat tunduk dalam neopatrimonial pejabat daerah bersangkutan.
Neopatrimonial karena sejak itu terjadi balas budi untuk birokrasi pendukung kepala daerah dan sangsi mutasi bagi pihak yang kontra dengan pejabat berkuasa. Pemerintah pusat sendiri memberi contoh yang mudah ditiru oleh
pemerintahan di level bawah. Jumlah kementerian yang terlalu banyak, lalu komisi, lembaga atau satgas baru yang dibentuk mengindikasikan politik akomodasi lebih utama dibanding agenda reformasi birokrasi.
Permasalahan birokrasi yang rumit dan dipolitisasi ini sedikit banyak membuat proses rekrutmen, pembinaan dan karir pegawai negeri tak pernah sampai pada sebuah strategi besar reformasi birokrasi. (Najwa)
0 comments:
Post a Comment