“Saat ini padi kami sudah mulai berbunga. Kami khawatir jika curah hujan tinggi dan kondisi cuaca yang tidak menentu akhir-akhir ini mengakibatkan padi kami gagal berbuah,” ungkap Fius, 46, petani asal Dusun Entubu Desa Noyan, Kecamatan Noyan Jumat (29/1) kemarin.
Melihat kondisi cuaca yang sangat ekstrim, dia dan petani lainnya mengaku pasrah, sembari berharap panen tahun ini lebih baik dibanding sebelumnya. “Jika sudah alam yang berbicara, kita tidak bisa berbuat apa-apa, dan hanya berharap tanaman dapat bertahan,” ujarnya.
Menurut Fius, lahan pertanian padi miliknya dan kebanyakan petani di Kecamatan Noyan yang tidak menggunakan sistem sawah, terbilang rentan dan sensitive terhadap iklim pancaroba. Sebagaian besar lahan pertanian menggunakan lading berpindah tanpa diberi pupuk. Akibatnya, padi mudah terpengaruh kondisi cuaca dan rentan terhadap pernyakit tanaman.
“Ladang pertanian kami kan bukan menggunakan sistem sawah. Jadi rata-rata tanaman padi kami tidak diberi pupuk, hanya mengandalkan sisa-sisa pembakaan lahan saja,” ungkapnya.
Karena itu, menurut Fius, pengaruh cuaca sangat mempengaruhi keberhasilan hasil panen mereka menjelang pertengahan tahun ini nanti. “Jika cuaca ini terus tidak menentu, kemungkinan besar hasil panen kami akan menurun dan kami pasti merugi,” keluhnya.
Dia mengenang tahun lalu, akibat kondisi curah hujan yang tidak menentu seperti saat ini, mengakibatkan pendapatan petani di Noyan berkurang bahkan nyaris merugi. Rata-rata panen saat itu hanya mengembalikan modal bibit. “Jika pun yang berhasil hanya beberapa karung saja. Jika ditumbuk, hanya bias bertahan untuk makan beberapa minggu,” bebernya.
Namun, kebanyakan petani di sana tidak menggantungkan hidupnya pada menanam padi. Sebagian besar memiliki kebun karet. “Jika mengharapkan hasil padi jelas kami tidak bisa makan. Untung sebagian besar kami memiliki kebun karet, sehingga dapat menopang ekonomi keluarga” tambahnya. (EquatorNews 30/01/10)